Minggu, 25 November 2012

My Sosial Network


Saya tanpa sosial network? Pasti aneh, saking udah terbiasanyanya
Tapi seminggu mungkin lebih tepatnya 8 hari kemaren saya sempat melakukannya, tanpa sosial network.
Saya kesepian. Tinggal di kosan cowok yang anak-anaknya sibuk dengan acara mereka sendiri kadang membuat saya semakin merasa kesepian. Bagaimanapun, bercerita dengan cowok dan cewek beda rasanya. Saya terkadang merasa iri saat ada teman saya bercerita tentang mbak kos atau teman kos cewek mereka, tapi saya juga lebih sering bersyukur saya tinggal di kosan cowok, meski sebenerenya dalam h ati masih ingin tinggal di kosan cewek saja.
Rasa kesepian inilah yang membuat saya ngeksis di sosial network. Saya merasa punya banyak teman disana, meski mungkin teman itu tak nyata ada di dekat saya.
Facebook, twitter, ym, bbm dan whatsapp. Inilah sosnet yang paling sering saya sabangi tiap hari. Sampe suatu hari, di facebook dan twitter saya ada updetan dari seseorang yang membuat hati saya cukup berkecamuk sendiri. Inginnya si sedih dan nangis guling-guling, tapi saya tahu itu sia-sia.
Jadi untuk menghindari semakin sakitnya saya, saya mulai menutup sosnet saya
Facebook saya deactivate, dan twitter saya tidak saya buka, kalopun buka twitter, saya pake account satunya yang memang hanya memfollow situs berita dan teman terdekat saya,
Selanjutnya saya unisnstal whasapp saya dan saya masukkan bb saya ke dalam lemari, padahal paketan bbm masih berlaku sampe akhir bulan.
Berat?
Pastilah, secara sebelumnya sering banget saya menyapa sosnet

Dan pertanyaan yang muncul, termasuk saya yang bertanya pada diri saya, saya kenapa?
Dan diri saya menjawab, saya ndak tahu, yang saya tahu adalah saya mencoba untuk tidak menyakiti hati saya, meski saya juga ragu benarkah caranya seperti inii.

Saya tahu, ini konyol, Cuma gara-gara satu orang saya (mungkin) jadi merugikan banyak orang.tapi saat itu, beneran deh, Cuma ini cara yang saya rasa cukup tepat.
Mungkin bisa saja saya mengeblok atau mengunfollow atau menutup semua apdetan dari orang yang membuat saya sakit itu, tapi tidak semudah itu, karena saat saya tidak tahu tentang dia, saya justru  takut kejadiannya akan semakin jauh dan menyakiti saya.
Dia, kapan ya bisa melakukan sesuatu yang tidak seenaknya sendiri, tau mungkin lebih tepatnya, kapan ya dia akan memperhatikan apa yang saya rasakan karena perilakunya?
Ato mungkin dibalik saja, kapan ya saya bisa hidup tenang tanpa harus peduli apapun yang dia lakukan?
Haha
Kalau saya tak bisa merubah dia, jadi biarlah saya yang berubah, biarlah saya yang mulai untuk tidak peduli apapun yang dia lakukan, meskipun saya mash meyayanginya dan menginginkan dia memperbaiki dirinya, tapi saat usaha saya untuk itu tidak membuahkan hasil, saya hanya bisa menerima kalau dia tak akan bisa berubah, jadi biar saya saja yang berubah. Berubah untuk tak peduli padanya. Dan menyayanginya, dalam hati saja.
Meski bagi saya nggak ada mantan sahabat, tapi kalau kenyataannya lebih baik jalan sendiri-sendiri, yasudahlah, biar doa saja yang selalu menyertai perjalanan kita masing-masing.

Saat saya menonaktifkan semuanya, berarti saya hanya mengijinkan kenalan saya menghubungi saya hanya lewat sms. Saya pikir awalnya ini biasa, toh sbeelum semua sosnet itu ada, kita juga berhubungan via sms. Tapi ternyata saya salah, saya merasa egois ketika saya tahu saat kenalan saya meng-sms saya berarti mereka harus mengeluarkan pulsa mereka, padahal jikalau sosnet saya masi aktif, mereka tidak perlu keluar pulsa lagi karena sosnet mereka sudah paketan.
Saya teringat salah satu kalimat dalam sebuah ftv, saat itu ceriitanya tentang seseorang yang merasa nyaman dengan penampilan nyelenehnya dan akhirnya berubah menjadi berpenampilan sesuai yang diinginkan sekitarnya, kata si tokoh utama si, dia ndak mau egois, karena dia hidup dengan banyak orang, maka dia harus  juga memperhatikan apa yang diinginkan orang lain padanya, jikalau orang lain memang tidak nyaman dengan penampilan nyelenehnya, maka dia merubahnya.
Bukan mengajari untuk tidak menjadi diri sendiri, tapi mengajari untuk beradaptasi dengan lingkungan.
Ada kalanya kita nyaman dengan apa yang kita kenakan, tapi jikalau lingkungan menganggapnya ga nyaman, bukannya kita perlu introspeksi dengan apa yang kita kenakan itu?

Saya sadar, sejauh apapun saya mencoba berlari dari kenyataan, bahkan sampe menjadi bukan diri saya sendiri karena satu orang, itu tak akan merubah kenyataan.

Apalagi jaman sekarang, semua serba online, masak iya saya yang malah kebiasaan online jadi offline Cuma gara-gara seorang?
Ehm, salah satu saya online twitter adalah saya baca berita online, jadinya meski ndak berlangganan koran dan liat berita di tipi, saya masih apdet dengan kejadian yang ada.

Dan untuk kenyataan yang inginnya saya ndak terima, saya mensugesti diri saya, dan meyakinkan kalau ada prinsip eimbang ada habis gelap terbitlah terang.
Saya yakin, saat saya merasakan sakit, pasti akan ada senyum yang tercipta di saat yang sama jika saya mau mencarinya
Saya juga meyakinkan, selama apapun gelap datang, akan ada terang yang mengakhiri kegelapan itu. Mungkin sekarang masih gelap yang saya rasakan, tapi saya yakin, entah besok, lusa, seminggiu, sebulan atau bahkan setahun lagi, terang itu akan datang.

Dan untuk sakit ini, biar saya yang merasakannya, karena tiap rasa pasti akan ada hikmahnya!=)

Tidak ada komentar: