Saya tanpa sosial network? Pasti aneh, saking udah
terbiasanyanya
Tapi seminggu
mungkin lebih tepatnya 8 hari kemaren saya sempat melakukannya, tanpa sosial network.
Saya kesepian.
Tinggal di kosan cowok yang anak-anaknya sibuk dengan acara mereka sendiri
kadang membuat saya semakin merasa kesepian. Bagaimanapun, bercerita dengan
cowok dan cewek beda rasanya. Saya terkadang merasa iri saat ada teman saya
bercerita tentang mbak kos atau teman kos cewek mereka, tapi saya juga lebih
sering bersyukur saya tinggal di kosan cowok, meski sebenerenya dalam h ati
masih ingin tinggal di kosan cewek saja.
Rasa kesepian
inilah yang membuat saya ngeksis di sosial
network. Saya merasa punya banyak teman disana, meski mungkin teman itu tak
nyata ada di dekat saya.
Facebook, twitter,
ym, bbm dan whatsapp. Inilah sosnet yang paling sering saya sabangi tiap hari.
Sampe suatu hari, di facebook dan twitter saya ada updetan dari seseorang yang
membuat hati saya cukup berkecamuk sendiri. Inginnya si sedih dan nangis
guling-guling, tapi saya tahu itu sia-sia.
Jadi untuk
menghindari semakin sakitnya saya, saya mulai menutup sosnet saya
Facebook saya
deactivate, dan twitter saya tidak saya buka, kalopun buka twitter, saya pake
account satunya yang memang hanya memfollow situs berita dan teman terdekat
saya,
Selanjutnya saya
unisnstal whasapp saya dan saya masukkan bb saya ke dalam lemari, padahal
paketan bbm masih berlaku sampe akhir bulan.
Berat?
Pastilah, secara
sebelumnya sering banget saya menyapa sosnet
Dan pertanyaan yang
muncul, termasuk saya yang bertanya pada diri saya, saya kenapa?
Dan diri saya
menjawab, saya ndak tahu, yang saya tahu adalah saya mencoba untuk tidak
menyakiti hati saya, meski saya juga ragu benarkah caranya seperti inii.
Saya tahu, ini konyol,
Cuma gara-gara satu orang saya (mungkin) jadi merugikan banyak orang.tapi saat
itu, beneran deh, Cuma ini cara yang saya rasa cukup tepat.
Mungkin bisa saja
saya mengeblok atau mengunfollow atau menutup semua apdetan dari orang yang
membuat saya sakit itu, tapi tidak semudah itu, karena saat saya tidak tahu
tentang dia, saya justru takut
kejadiannya akan semakin jauh dan menyakiti saya.
Dia, kapan ya bisa
melakukan sesuatu yang tidak seenaknya sendiri, tau mungkin lebih tepatnya,
kapan ya dia akan memperhatikan apa yang saya rasakan karena perilakunya?
Ato mungkin dibalik
saja, kapan ya saya bisa hidup tenang tanpa harus peduli apapun yang dia
lakukan?
Haha
Kalau saya tak bisa
merubah dia, jadi biarlah saya yang berubah, biarlah saya yang mulai untuk
tidak peduli apapun yang dia lakukan, meskipun saya mash meyayanginya dan
menginginkan dia memperbaiki dirinya, tapi saat usaha saya untuk itu tidak
membuahkan hasil, saya hanya bisa menerima kalau dia tak akan bisa berubah,
jadi biar saya saja yang berubah. Berubah untuk tak peduli padanya. Dan
menyayanginya, dalam hati saja.
Meski bagi saya
nggak ada mantan sahabat, tapi kalau kenyataannya lebih baik jalan
sendiri-sendiri, yasudahlah, biar doa saja yang selalu menyertai perjalanan
kita masing-masing.
Saat saya
menonaktifkan semuanya, berarti saya hanya mengijinkan kenalan saya menghubungi
saya hanya lewat sms. Saya pikir awalnya ini biasa, toh sbeelum semua sosnet
itu ada, kita juga berhubungan via sms. Tapi ternyata saya salah, saya merasa
egois ketika saya tahu saat kenalan saya meng-sms saya berarti mereka harus
mengeluarkan pulsa mereka, padahal jikalau sosnet saya masi aktif, mereka tidak
perlu keluar pulsa lagi karena sosnet mereka sudah paketan.
Saya teringat salah
satu kalimat dalam sebuah ftv, saat itu ceriitanya tentang seseorang yang
merasa nyaman dengan penampilan nyelenehnya dan akhirnya berubah menjadi
berpenampilan sesuai yang diinginkan sekitarnya, kata si tokoh utama si, dia
ndak mau egois, karena dia hidup dengan banyak orang, maka dia harus juga memperhatikan apa yang diinginkan orang
lain padanya, jikalau orang lain memang tidak nyaman dengan penampilan
nyelenehnya, maka dia merubahnya.
Bukan mengajari
untuk tidak menjadi diri sendiri, tapi mengajari untuk beradaptasi dengan
lingkungan.
Ada kalanya kita
nyaman dengan apa yang kita kenakan, tapi jikalau lingkungan menganggapnya ga
nyaman, bukannya kita perlu introspeksi dengan apa yang kita kenakan itu?
Saya sadar, sejauh
apapun saya mencoba berlari dari kenyataan, bahkan sampe menjadi bukan diri
saya sendiri karena satu orang, itu tak akan merubah kenyataan.
Apalagi jaman
sekarang, semua serba online, masak iya saya yang malah kebiasaan online jadi
offline Cuma gara-gara seorang?
Ehm, salah satu
saya online twitter adalah saya baca berita online, jadinya meski ndak
berlangganan koran dan liat berita di tipi, saya masih apdet dengan kejadian
yang ada.
Dan untuk kenyataan
yang inginnya saya ndak terima, saya mensugesti diri saya, dan meyakinkan kalau
ada prinsip eimbang ada habis gelap terbitlah terang.
Saya yakin, saat
saya merasakan sakit, pasti akan ada senyum yang tercipta di saat yang sama
jika saya mau mencarinya
Saya juga
meyakinkan, selama apapun gelap datang, akan ada terang yang mengakhiri
kegelapan itu. Mungkin sekarang masih gelap yang saya rasakan, tapi saya yakin,
entah besok, lusa, seminggiu, sebulan atau bahkan setahun lagi, terang itu akan
datang.
Dan untuk sakit
ini, biar saya yang merasakannya, karena tiap rasa pasti akan ada hikmahnya!=)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar