Jumat, 27 Januari 2012

Gantung

GANTUNG
Kata yang menurut saya cukup serem si, secara seringnya gantung itu menyebabkan kematian. Tapi gantung tak selalu berarti gantung diri ko, meski kadang yang terlintas di pikiran kita jika kata itu terucap adalah gantung diri yang menyebabkan kematian.
Gantung, menurut saya adalah sesuatu yang belum lengkap, belum selesai atau belum2 yang lainnya. Dan yang lagi in dan suka bikin galau sekarang adalah di"gantung"in hubungan oleh seseorang. Gantung dalam hal hubungan ini ga mandang bulu, BB, gender dan lain-lain. Mau orang itu berbulu, mau orang itu gendut atau mau orang itu ayu atau ganteng, bisa saja mereka digantungin. Kalo dipikir2 ya, kayaknya si suah nggantung orang gendut (like me, red), tapi ternyata itu mudah lo, ga seberat beras 5kg (ga penting, red).
Semua orang pasti ga ada yang mau digantungin, biasanya si lebih mengacu ke cewek, cewek ndak begitu suka digantungin, kenapa? Karena dia akan jadi susah melangkah. Di satu sisi si cewek ingin meninggalkan yang nggantungin, di sisi lain ada satu alasan yang bikin dia ga mau meninggalkan orang itu dan menikmati saja penggantungan itu. Tapi ni ya, menurutku (jadi kalo nulis daftar pustaka, saputri, 2012), penggantungan itu hanyalah alasan untuk membuat kita mengakhiri sendiri sebuah hubungan, karena kalo penggantung itu yang mengakhiri, pasti kita merasa penggantung itu yang jahat, jadi dia mencari celah agar kita yang mengakhiri kisah ini, dengan kata lain, penggantung ini sebenernya pengecut.
Oke, pertama saya ingin menceritakan tentang yang digantung atau tergantung. Berasa ngerjain karya ilmiah aja, ada variabel tergantung!:D
Jadi orang yang digantung itu ndak enak banget lo, berasa ada sesuatu yang mengganjal langkah. Saat kita mau maju, ada sesuatu yang buat kita merasa kita ga bisa maju. Keta seolah-olah tertahan ditempat kita berdiri sekarang. Ndak bisa maju atopun mundur. Kita baru bisa berjalan kalo gantung nya sudah selesai. Beda sama kalo lagi di traffic light, kita bisa maju kalo lampu uda ijo, pas kita digantung, mau bulan ato tahun bahkan musim berganti, jika kita ga mau mengakhiri gantungan ini, kita tetep ndak bisa maju. Bisa si maju, tapi pasti ada perasaan ndak enak, semacem kayak ketinggalan sesuatu yang bisa buat kita kepikiran terus ketika mau maju. Dan menurut siwi, 2012, satu-satunya langkah yang untuk mengakhiri dan membuang rasa itu adalah dengen tegas pada diri sendiri. Menegaskan kalau orang yang baik itu pasti akan melepas kita baik2 jika memang itu terbaik, bukan menggantung kita selama waktu yang tidak ditentukan karena si penggantung tidak berani mengambil langkah. Pendapat itu konsisten dengan pendapat saya, bahwa memang untuk mengakhiri penggantungan adalah dengan tegas pada diri sendiri dan memberanikan diri serta membuang rasa gengsi untuk meminta si penggantung ini mengakhiri kisah penggantungan ini. Berat memang, karena belum tentu si penggantung mau kompromi untuk menyelesaikan kisah ini, tapi jika kita bener2 mau maju, kita harus memaksa si penggantung itu, dan jika dia tidak mau, yasudahlah, kita sendiri bilang saja, okei, kisah kita berakhir sampai disini, terima kasih telah membuat kisah ini, dengan duka dan suka didalamnya. Lagi-lagi, butuh ketegasan dari diri sendiri. Dan untuk semua orang yang digantung, ayo, kamu bisa, bisa untuk maju dan menutup kisah penggantungan yg suram itu. U must trust if u can life without him, life must go on, if our story is not with him, there r must be the best other him, although we not meet the best yet!:)
Ato dalam bahasa singkatnya, jika memang dia bukan untukmu, lepaskan dia, suatu saat ada yg jauh lebih baik dari dia, dan jika dialah yang terbaik untuk kamu, biarkan dia yang mencarimu lagi, bukan kamu yang meminta dia datang kepadamu!:)
Next chapter, saya akan mencoba untuk membahas tentang si penggantung atau variabel bebas ini.
Jujur ni ya, saya itu ndak tahu dimana kebenaran si penggantung ini, dalam artian, menurut saya penggantung ini adalah orang yang salah, apapun alasannya. Tapi ndak boleh juga menghakimi seenaknya gitu ya, baiklah, kita tinjau dulu alasan2 yang mungkin bagi si penggantung ini. Kalo alasan mereka karena belum siap, belum siap apa si? Belum siap untuk meninggalkan orang yang baik jadi digantung aja gitu? Okei, kalo misal kamu bisa meyakinkan dirimu dan orang yang kamu gantungin kalau akhir kisah ini nantinya happy ending, ya ndak papa jika lebih milih nggantung daripada terikat. Tapi, biasanya, semakin orang merasa ndak siap terhadap sesuatu, yang ada malah akan semakin banyak alasan yang membuat kamu semakin ndak siap untuk melakukan sesuatu itu! Jika kau belum siap, mantapkan hatimu untuk memutuskan, kamu pasti tahu mana yang baik dan buruk, jadi kamu bisa mengambil keputusan. Akan lebih baik kamu mengakhiri kisahmu sekarang jika menurutmu banyak buruknya, daripada kamu menyakiti orang dengan menggantungnya, kamu bikin dia nggak bisa maju karena penggantungan itu tahu! Dan menurut siwi, 2011, janganlah jadi kayak bebek, yang ndak bisa mundur, kamu itu harus berfikir maju, dan jangan menggantungkan orang cuma karena keegoisanmu saja. Manusia punya makhluk yang sempurna, meski nggak ada orang yg punya sifat sempurna, tapi kita punya akal yang bisa membuat kita memikirkan mana yang terbaik, dan yang pasti harus diingat untuk para penggantung ini, adalah akan lebih baik menyakiti orang sekarang dengan keputusan yang mungkin menyakitinya sekarang daripada kamu menggantungnya, dan akhirnya keputusanmu padanya menyakitinya. Dan jika alasannya belum mantep, emangnya yakin ya kalo setelah menggantung itu kamu bakal mantep? Akan lebih baik kalau kamu mengatakan apa yang ada di pikiranmu dan menyerahkan keputusan pada yang akan digantung itu, kalo kayak gitu, meski sepertinya masih ada proses penggantungan, tapi kamu bukanlah orang yang menggantung dia, kamu membiarkan dia sendiri memutuskan untuk membiarkan kisah kalian berakhir atau menunggumu sampai kamu yang mampu membuang rasa ragu yang membuatmu ga mantep dan ga siap itu.
Bagaimanapun, saya paling ndak suka sama yang namanya penggantungan, so jika memang akhirnya kita di berada dalam prores penggantungan, move on, cari kepastian dan segera selesaikan penggantungan ini. Kita ga idup sendirian, meski kepastian itu sakit, akan banyak obat yang bisa menyembuhkannya, teman dan keluarga merupakan obat paling mujarab. Menurut mayangsari, 2011, mau seberapa banyak air mata dan mau nangis sampe jempalikan, ga penting, yang penting tak ada lagi ketidakpastian, nangis dan sedih itu pasti, tapi akan lebih senang jika kita tahu pastinya gimana. Dan semua kisah memang harus berakhir, jika kisah kita tak berakhir sesuai yang kita inginkan, tetaplah ikhlas. Akhir kisah yang menyakitkan akan lebih baik daripada menggantungkan kisah!:)

Kamis, 19 Januari 2012

Ketika Banyak Orang Berpendapat

Kebebasan berpendapat memang dijamin oleh undang-undang, dan berpendapat tentang orang lain itu bebas adanya, Mau pendapat yang baik atau menjatuhkan sekalipun. Tak jarang, banyak orang yang berpendapat ndak baik tentang itu, lalu apa yang akan kita lakukan????

Berpendapat negatif kepada orang itu memang enak, gampang, simple dan ndak mengandung beban yang berat
#eh?
orang-orang akan cenderung mudah berpendapat negatif daripada positif, disinilah gunanya akal manusia, untuk menyaring semua yang negatif itu menjadi positif. Saat melihat perilaku orang lain, gag sesuai sama perilaku "dia",maka tak jarang "dia" akan langsung berpendapat kalau orang lain itu salah. Inilah yang saya maksud pendapat negatif. Padahal belum tentu kalau "dia" ini yang bener, bisa saja si orang lain itu yang bener. Jadi sebaiknya saat kita berpendapat tentang orang lain, kita beli kaca atau cermin dulu, untuk melihat apakah yang ada di cermin itu sudah bener muka kita, eh salah, maksud saya apakah sudah bener pendapat kita itu!

Dan karena "dia" ini ada dimana-mana, maka disini saya ingin berbagi pendapat bagaimana mengatasi pendapat dia.


This is my opinion!:D
#diiringi musik kayak pas sinichi mecahin sebuah kasus

Pertama, jika "dia" ini banyak jumlahnya, maka kitalah yang harus introspeksi diri. Mungkin memang ada tingkah, perilaku atau perkataan kita yang memang salah. Dan lagian ya, kata ibu saya yang ternyata konsisten sama perkataan orang yang pernah deket sama saya, orang-orang seperti dia ini justru orang yang sayang sama kita, karena mereka memberi tahu letak kesalahan kita, memberikan kesempatan kita untuk berubah, jika kita memang berubah dan gratis lagi. Coba kalau kita sakit dan butuh obat, beli obat bayar kan?
orang-orang seperti "dia", mereka ngasih tahu kalo kita ini "sakit" dan kita juga dikasi resep, tapi kita tak perlu bayar si "dia" ini.
kok jadi geje bahasanya
singkatnya, jika memang banyak orang yang berpendapat negatif tentang kita, maka kita harus introspeksi, mungkin itu bukanh pendapat, melainkan kenyataan, kenyataan bahwa kita bertingkah, berperilaku atau berkata negatif.

Kedua, jika pendapat negatif itu bener adanya, maka kewajiban kita adalah mencoba menghilangkan sesuatu yang negatif itu dari kita. Ini pilihan, karena adan banyak orang idealis atau egois dan sebangsanya, meskipun sudah tahu kalo dia salah, masih tetep saja ndak mau berubah. Berubah atau tidaknya kita, kita sendiri yang akan merasakan akibatnya
Jika pendapat negatif itu salah, maka yang bisa kita lakukan hanya menarik nafas panjang, melapangkan dada dan makan nasi goreng pak sabar, eh maksudnya sabar. Kita tidak perlu membalas atau menanggapi pendapat negatif yang salah itu, ndak ada gunanya, Yang pasti adalah, orang-orang yang mengenal kita, pasti tahu jika itu hanya pendapat negatif tentang kita, bukan kenyataan tentang kita. Disini kita malah akan semakin membuka mata kita, siapa yang benar-benar sayang sama kita.

Ketiga, jika itu memang hanya pendapat negatif, jangan sampai kita membalas si dia itu dengan mengatakan pendapat negatif kita padanya. Selain karena dendam itu tidak baik, kalo akhirnya kita melakukan itu, lalu apa bedanya kita sama "dia"? Ketidakbaikan tidak harus dibalas ketidakbaikan juga!:)
#inget perkataan seseorang

Keempat, yang paling sering adalah ketika ada pendapat negatif tentang kita, kita mendengarnya bukan langsung dari si "dia" yang berkata pertama, seringnya adalah katanya ini yang katanya si itu yang katanya katanya dan katanya. Sebenernya si, kalo diusut, pasti si katanya pertama ini tidak jelas adanya, Tapi, jika jelas adanya, maka akan lebih baik kita selesaikan empat mata dulu dengan si katanya pertama ini. Karena belum tentu si katanya pertama ini berkata seperti yang dikatakan si katanya terakhir. Aduh, kok mbulet yo? Maksudnya, biasanya ada sedikit pendapat yang ditambahi atau dikurangi yang akhirnya merubah isi pendapatnya. Jika ini terjadi, lebih baik kita konfirmasikan kepada yang berkata kepada kita, apa dia memang berpendapat seperti itu tentang kita, jika iya, kita tanyakan alasannya.
#melakukan ini harus sangat hati-hatim dengan bimbingan saya, eh maksudnya, harus hati-hati agar si dia mau mengklarifikasi pendapatnya kepada kita.

Kelima, yakinkan diri kita sendiri kalau kita mendengar ada pendapat negatif tentang kita, jangan hanya gunakan perasaan. Jika kita hanya menggunkan perasaan, yang ada kita berburuk sangka sama orang. Misalnya ni ya, kita ngerasa kita dikucilkan dari suatu peradaban, yakinkan diri kita jika memang kita benar-benar dikucilkan, jangan cuma karena perasaam aja kita akhirnya berburuk sangka bahwa peradaban itu mengucilkan kita!!!!

Mungkin cuma itu yang bisa saya share, intinya si, pasti akan ada orang yang berpendapat negatif tentang kita, dan jika itu terjadi, kita harus introspeksi diri, jangan cuma karena perasaan, idealis atau egois, membuat kita berburuk sangka kepada orang lain!:)

Senin, 16 Januari 2012

Tegar vs Lebay

Hari ini ada kejadian yang membuka mata saya, ih, kok nggak enak ya kata-katanya, berasa selama ini saya tidur kalo gag buka mata, oke diganti. Hari ini ada kejadian yang membuat saya menyadari sesuatu, bahwa tegar itu ternyata lawan katanya lebay. Pasti akan ada banyak orang yang tidak setuju, begitupun saya sendiri, tapi dengan kejadian hari ini, saya akhirnya setuju dengan kata-kata itu.

Hari ini ada seorang sahabat saya yang bilang kalau kisahnya dengan seseorang berakhir, kalo ga salah si berakhirnya baru beberapa jam yang lalu, lalu dia telepon dan mengatakan itu pada saya, saya pikir dia bakalan nangis ya paling ga sedih lah seharian ini, tapi nyatanya, wow, dalam itungan menit aja sahabat saya itu sudah menyapa saya dengan senyum manisnya. Tak tampak kesedihan sama sekali di wajahnya, ada sih rasa kecewa yang terpancar dari mukanya, namun entah karena dia malu nangis di depan saya (menurut banyak orang, wajah terjelek kita adalah saat nangis, red) atau karena memang dia tak mau menangisi orang yang telah buat dia kecewa itu. Aku kagum padanya, dia bisa gitu dengan mudahnya langsung menerima bahwa memang itu jalan terbaik dari Allah untuknya, kalo aku mah, jaman sakit ati dulu, perlu minimal 4 bulan baru bisa nerima keputusan orang itu. Dan ketika saya mengatakan itu, langsung saja dua orang di sebelah saya berteriak, kamu si lebay!
Dua orang disebelah saya ini tidak saling kenal tapi mereka juga teman dekat saya, kok bisa ya mereka barengan gitu pas ngomong saya lebay? Jangan2 mereka jodoh!:p
#siap-siap dilempar sesuatu

Okeh, balik ke judul, Hah? Apa? Baru sadar saya kal ternyata tegar itu lawan katanya lebay!
#siap-siap dimarahi guru bahasa Indonesia deh

Kata sahabat saya, dia sedih tapi tiap ingin menangis, dia tak sanggup, untuk apa menangis jika orang yang bikin kita ingin menangis sama sekali tidak peduli dengan air mata kita? Untuk apa menangis, jika memang inilah jalan terbaik dari Allah untuk kita? Dan bagaimana bisa saya menangis jika banyak orang disekililing saya, yang menyanyangi saya, berbuat sesuatu yang membuat saya enggan menangis!:)
Huaaaaa, malah jadi saya yang nangis, terharu dengan kalimat itu.
Sahabat saya itu, sama-sama ceweknya, sama-sama “disakiti”nya, dan sama-sama makan nasi bahkan sama-sama pake sepatu yang hiasannya sama dengan saya, tapi bisa gitu dia bilang gitu, padahal saya yang terkenal ndak ada sifat cewek2nya (baca: ndak feminim, red) malah ndak bisa setegar itu.
Bener kali ya, saya memang lebay!:D
#pengakuan

Mungkin memang segala jenis pemutusan hubungan, apalagi secara sepihak dengan alasan yang kurang masuk akal, pasti akan menimbulkan yang namanya luka, dan tiap luka pasti butuh waktu untuk recovery atau penyembuhannya, tapi bukan berarti waktu untuk recoverynya diisi dengan tangisan kan? Jadi untuk apa menangis?
Menurut sebagian orang si kadang tangisan itu justru menguatkan, kenapa, karena dengan menagis dia menunjukkan apa yang dia rasakan saat itu, dan saat kita menunjukkan apa yang kita rasakan, pasti ada rasa lega.
Terus untuk orang-orang macem ini, apa masih disebut lebay kalo mereka masih sering nangis gara-gara ditinggalin oleh pasangannya?
Dan setiap kisah pasti akan berakhir, entah happy ending atau sad ending, apapun endingnya, pasti aka nada hikmah dibaliknya dan hanya keikhlasan yang akan membuatnya bermakna!:)

Dan untuk beberapa teman dan kenalan saya atau siapapun yang membaca tulisan ini, semoga semangat tegar sahabat saya itu bisa menyalur ke kelian semua. Semoga untuk setiap ending kisah yang tak sesuai dari harapan kita, kita bisa bersyukur dan tetap tersenyum menerimanya, meskipun itu sulit adanya. Just trust it, percaya, jika ini memang jalan terbaik dari Allah untukmu, dan meski ada orang yang menyakitimu, yakinlah akan ada banyak orang yang tak ingin melihat kamu nangis. Karena kalo kamu nangis, mukamu tak akan terlihat eksotik, eh? Salah, maksud saya, saat kamu menangisi orang yang sudah tak peduli padamu, itu adalah perbuatan yang sangat amat sia-sia. Dan jangan buang waktumu untuk kegiatan sia-siamu itu. Menangis boleh, tapi jangan terlalu sering, dan saat ingin menangis, ingatlah bahwa orang yang membuatmu menangis, sudah tidak memperdulikanmu, bahkan tak memikirkanmu dan airmatamu itu!:)

Just let it flow, dan percaya jika Allah tak akan memberikan sesuatu yang bukan terbaik untuk kita, atau dengan kalimat yang tidak ruwet, Allah akan memberikan yang terbaik untuk kita, dan kita harus selalu bersyukur untuk itu!:)