Kamis, 28 Maret 2013

rainbow

niatnya menghibur rekan setrika dengan gambar dan tulisan ini, eh ternyata dianya malah jadi makin galau unyu-unyu
#gagaltotal

Jadi ceritanya si rekan setrika ini sedang galau karena kenyataan yang terjadi tak sesuai harapannya. Sakit hati eh dia sih nyebutnya sakit pikiran. Saya sih nggak peduli dia sakit apa, karena saya yakin dia bisa n gobatin dirinya, saya pedulinya saat dia bilang, kalau lagi sakit pikiran, dia jadi ndak mau makan. Kasian tubuhnya lo kalau nggak dikasih makanan, meskipun keuntungan bagi dompetnya, tapikan ndak baik bagi kesehatannya

Ngomongin soal sakit pikiran, kadang saya pengen kayak rekan saya ini, kalau lagi sakit pikiran jadi ndak mau makan, kalau saya sakit pikiran kok malah banyak makan ya?
lha secara sakit pikiran kan pasti karena ada yang mengganggu dan membuat pikiran bekerja keras, kalau pikirannya nggak dikasih makan kan  malah ndak bisa mikir, ndak jadi sembuh nanti
#teorigeje

Si rekan ini, mukanya makin kusut kalau lagi sakit pikiran, jadi saya berusaha menghiburnya, entah kepikiran dari mana saya mencoba menghibur dari gambar pelangi, idenya sih cuma satu, pelangi itu banyak macam warnanya
Rekan saya ini selalu bilang, semua akan indah pada waktunya, sama seperti luka yang akan sembuh kalau sudah waktunya

Saya sih kurang sependapat untuk kalimat yang semua akan indah pada waktunya, karna saya merasa indah itu hanya ada pada satu waktu, kalau waktunya sudah habis, nggak indah lagi dong?
makanya saya nyontohinnya sama warna pelangi
merah-jingga-kuning-hijau-biru-nila-ungu
coba deh pikirm dari semua warna ini mana yang indah?
bagi saya sih ungu
tapikan pikiran orang beda-beda, makanya saya meng-analogi-kannya
kalau ungu itu yang paling indah, jadi saya harus menyingkirkan 6 warna lain, padahal bisa saja ada orang yang mikir yang paling indah itu warna lain
dari sini menurut saya sudah cukup untuk membantah kalimat semua akan indah pada waktunya
Iya, kalimat ini memang bisa jadi penyemangat saat down, tapi akan lebih semangat lagi kalau kita mikir kalau   dalam setiap waktu itu ada keindahan, kalau kita mau menyadarinya.
mungkin merah tampak lebih indah dari kuning saat saya tak menemukan warna ungu
yang artinya, mungkin yang kita alami jauh lebih indah dari yang dialami orang lain, meski masih tak sesuai dengan harapan kita sih
Pandai-pandai bersyukur kuncinya, bukan untuk bahagia diatas penderitaan orang lain, tapi kadang saat melihat ada yang lebih menderita dari yang kita alami, sesakit apapun keadaan kita saat ini, kita akan bersyukur.

Kalau untuk kalimat seperti luka yang akan sembuh kalau sudah waktunya, iya sih memang semua luka butuh waktu untuk sembuh. Tapi kalau saya sadari ni ya, luka itu bisa cepet sembuh kalau ada obat, obatnya macem-macem, salahsatunya niat untuk sembuh
lha kalau misalnya sakit tapi cuma percaya kalau yang nyembuhin waktu dan dianya nggak ada niatan sembuh, ya kayaknya si sembuhnya lama (banget)
mirip sama orang yang pengen move on tapi dianya ndak ada niatan move on, mau sampai kapanpun ya dia bakalan jadi SUMO (susah move on)
#jleb
aniwe rekan, jujur ya nggak niat bikin kamu makin galau unyu-unyu kok, niatnya cuma ngingetin masih banyak orang yang sayang sama kamu, jadi kamu bisa berbagi sedihmu, siapa tahu mereka bisa merubahnya jadi senyuman
kayak tulisan dalam gambar itu, perasaan itu pilihan
Semangat ya rekan, jangan lupa makan, kasian tubuhnya

Sibuk

Kapan hari nemu Display Picture gini di BBM seorang kontak

Lalu nemu lagi yang sejenis


Sesaat kemudian, berhasil deh galau =D

Galau karena beberapa orang dekat saya sedang sibuk dan ndak bisa diganggu, akhirnya jadi sering nyampah. Herannya sampah saya ilang kemana ya? Perasaan sering nyampah tapi sampahnya nggak ada, di blog aja ndak banyak postingan

Dicuekin itu ndak enak, sama siapapun, termasuk sama adek saya, tapi dalam dicuekin itu ada unsur latihan sabar. Nanti kalau orangnya bener, pasti setelah dia nggak sibuk dia bakalan balik perhatian kok, kayak gambar-gambar diatas, tapi kalau misal orangnya ndak bener-bener perhatian, ya sampek elek mbalik ayu kita akan selalu dalam tahap menunggu
*yang sabar ya qaqa*

Ni kalau ya, kalau akhir mennunggunya beda sama yang di gambar, gimana?
Yaudah terima nasib  aja
Paling endak kan sudah belajar sabar, kadang kenyataan itu ndak sesuai sama harapan, seperti peribahasa nasi sudah menjadi bubur, kalau kita sudahtahu alasan kenapa nasinya jadi bubur, bukan saatnya kita mengeluh dan menyalahkan orang, tapi saatnya kita membuat bubur itu lebih enak dari nasi. 

Untungnya sudah lama ditreatment cuek sama si bebek, jadinya sekarang saya sudah biasa kalau dicuekin, oh ya, satu lagi mumpung inget, pas suatu ending itu ndak sesuai dengan yang kita harapkan, minimalisir pernyataan, percuma dong nungguin, nggak ada yang percuma kok, paling nggak saat kamu nunggu, meski itu membosankan atau yang lain, kamu hanya terfokus sama satu tujuan, jadi kalau ada masalah di tujuan-tujuan yang lain, kamu bisa mengesampingkannya, menurut saya sih

Aksara jawa


Aksara jawa atau huruf jawa adalah suatu kebudayaan, jaman dulu masih SD sama SMP, pelajaran bahasa jawa masih diajarkan di sekolah, jadi sempet lah inget sama apal sama yang namanya aksara jawa. Tapi ndak berarti sekarang masih inget lo, banyak lupanya, bahkan kalau baca aksara jawa masih kudu mikir agak lama. Tapi adek saya, diem-diem masih apal aksara jawa, tiap saya nulis aksara jawa, entah bener entah salah, pasti adek saya bisa tahu apa yang saya tuliskan, standing applause deh buat adek saya yang masih inget bahkan sering benerin tulisan saya yang salah
Secara umum, aksara jawa itu seperti ini, sebelumnya maaf kalau harus melihat tulisan manis saya
#gagalnarsis





Aksara jawa itu kebanyakan ditujukan untuk vokal a, tapi aslinya, berdasarkan logat jawa, a itu oengucapannya o, jadi misal tulisan dina  (hari, red) tulisannya memang menggunakan vokal a, tapi dalam pengucapannya menjadi dino, seperti ini

Beda dengan tulisan podho (sama, red), karena tulisan dan pengucapan sama, maka aksara jawanya jadi

Untuk penulisan vokal lain, dalam aksara jawa perlu ditambahkan tanda-tanda ini



Aksara jawa ini agak susah lo, kalau misalnya ada huruf mati apa ya namanya, pokoknya yang memakai huruf mati saja tanpa huruf hidup setelah, maka nulisnya harus pakai pasangan, jadi kalau misal kita mau nulis ngasta (membawa, red) jadinya

Emang sih, kalau nulis aksara jawa lebih baik tulisannya dalam bahasa jawa, jadi kalau mau ingat-ingat aksara jawa, kudu ngerti bahasa jawa juga. Meski namanya aksara jawa, tapi saya ndak mengerti apa benar di seluruh pulau jawa aksara jawa sama seperti ini. Selain menggunakan pasangan, ada beberapa konsonan yang memang sudah ada dalam aksara jawa, jadi saat menuliskannya tak perlu pakai pasangan, konsonan itu yaitu


 
Jadi kalau misal mau nulis lidah, ngerti dan kesel jadinya

 







Ada lagi perkecualian untuk beberapa konsonan seperti


Susah juga ya aksara jawa?
Memang sih, makanya kadang saya ndak apal atau lola kalau baca aksara jawa, tapi kalau lagi di jogja, bisanya saya gampang bacanya, karena biasanya nama jawalan di jogja ada aksara jawa dan tulisan latinnya, mirip sama palang jalan di kepanjen ini


Lalu kenapa tetiba bahas aksara jawa?
Aksara jawa ini mampu membuat saya tersenyum jaman masih galau karena proposal yang bikin tiap malam di bulan november saya diisi dengan alergi yang selalu kumat. Saat itu, seseorang mengingatkan saya kalau jawa memiliki peninggalan budaya yang perlu dilestarikan, karena jaman sekarang sudah banyak yang lupa aksara jawa, jadi dia ngajakin untuk melestarikan budaya jawa  ini. Awalnya sih dia nantangin apa saya masih bisa baca dan nulis aksara jawa, ujung-ujungnya saya bisa tapi dianya ngaku ndak bisa.
Hiyaaaaaaaa
Pengen bilang, tiwas aku ngapalno dan ngebiasakno baca tulis aksara jawa, eh kamunya mek bilang kamu ndak bisa
Tapi ndak jadi deh, ndak ada kata tiwas atau terlanjur yang merupakan ekspresi menyesal karena ada unsur sia-sia. Karena meski akhirnya dia ndak bisa baca atau ndak mau baca atau ndak ngerti maksud aksara jawa yang saya tuliskan, paling endak saya masih bisa nulis aksara jawa (lagi), masih ngerti kalau aksara jawa itu sulit.
Herannya, adek saya mahir gitu aksara jawa, awal-awal belajar (lagi) nulis aksara jawa, saya masih banyak salah, yang harusnya pakai pasangan saya malah pakai pangkon, yang unilah, itulah, adek saya ngerti maksud saya tapi dia juga marahin saya kalau saya salah nulis, haha
Berkat belajar aksara jawa ini, alergi jadi ndak sering kumat lagi, karena tiap mulai seteres mikir tesis, saya nyari hiburan dengan belajar ini. Seru lo mempelajari sesuatu yang dulu kita bisa tapi sekarang lupa ini.

Jadi buat kamu, baca yaa







Rabu, 27 Maret 2013

Penasaran



Kalo ada sms masuk, penasaran ga siapa yang ngirim?
Kalo ada mention, penasaran ga siapa yang mention?
Kalo ada notif di fb, penasaran nggak apa isinya?

Kadang penasaran itu nyiksa, apalagi pas penasaran terhadap sesuatu yang kalo dicari tahu dan akhirnya tahu malah bikin sakit hati

Sms itu, mention itu atau notif itu kalau misalkan dibaca sekarang atau besok, sebenernya nggak bakal merubah isinya, tapi rasa penasaran kadang membuat kita ingin segera mengetahuinya.

Kalau lagi berantem sama orang, dan lagi sama-sama dalam keadaan panas, lalu dia sms kita, mending baca tapi sakit ati bahkan makin panas atau mending penasaran?

Kalau ada mantan temen deket apdet sesuatu, mending tahu tapi bikin kesel ato penasaran?

Kalau ada orang yang beda pendapat sama kita sedang apdet sesuatu yang menurutnya bener , mending ngikutin apdetannya ato penasaran?

Kalau ada orang yang sukanya nyari citra baik mending ngeliat caranya cari citra ato penasaran?

Itu contohnya penasaran menyiksa, karna saat milih ga penasaran dapetnya malah sesuatu yang (mungkin) mengecewakan.
Jadi mending kecewa ato penasaran?

Payung penelitian

Kalau ada peribahasa sedia payung sebelum hujan, ada nggak ya peribahasa cari payung penelitian untuk menghemat pengeluaran?
#maksa

Penelitian eksperimental itu pastinya butuh uang banyak, tenaga ekstra dan pastinya otak yang kerja keras. Jadi kalau ada di bawah payung penelitian mungkin akan lebih aman, menurut saya sih
Entah kenapa dia disebut payung penelitian, entah payung penelitian entah penelitian payung, intinya adalah penelitian dengan satu ide besar yang nantinya dari ide itu dikembangkan pemikiran-pemikiran yang lain, misalnya ide pemberian bahan a terhadap keadaan b, dari a dan b ini akan ada banyak parameter yang bisa dilihat, makanya ini disebut payung penelitian.
Kenapa aman?
Biasanya payung penelitian ini punya sponsor, jadi uang yang keluar selama penelitian kemungkinan akan diganti oleh sponsor, kalaupun tak ada sponsor pasti ada yang namanya kelompok, jadi bisa lebih irit saat mengeluarkan uang untuk penelitian ini. Selain itu, karena di bawah payung ada banyak orang, maka kita bisa saling tukar info tentang penelitian, jadi tenaga dan otak tak terlalu terforsir. Tapi pastinya, payung penelitian ini akan terasa jauh lebih irit.

Kalau di cover tugas akhir, entah itu skripsi, tesis, disertasi, biasanya ada tulisan TUGAS AKHIR INI DIGUNAKAN UNTUK MEMENUHI SYARAT MEMPEROLEH GELAR, dari tulisan ini jelasnya tujuan penelitian tugas akhir biasanya hanya untuk memperoleh gelar.  Tapi ndak semua penelitian itu tujuannya itu kok. Ada beberapa orang pinter (pastinya bukan saya, red) yang memang ingin mengembangkan atau memahami sesuatu sehingga dia mendisain sebuah penelitian, bukan hanya untuk sebuah gelar saja.

Kalau saya sih, kadang berangan-angan ingin meneliti sesuatu yang sering saya temui, seperti misalnya apa benar kopi bisa merangsang orang itu bab, atau apa benar terlalu banyak minum minuman suplemen yang tinggi protein merusak ginjal, atau mencari suatu bahan yang bisa nyembuhin alergi, karena hampir 2 tahun ini saya sering alergi
#curcol
Tapi saya juga sadar kalau penelitian itu ndak murah, jadi ya biar saya nyari info dari jurnal saja deh daripada penelitian sendir
#mutung
Tapi (lagi) bukannya sesuatu itu harus diusahakan semaksimal mungkin ya? Jadi selain karena saya ingin tahu, saya juga bisa mendapat gelar, apalagi kalau sudah kenal beberapa orang di kelas ini saya merasa lebih banyak link sponsor. Jadi semester awal saya mulai mendesain sebuah proposal. Proposal mulai dari sebagai tugas mata kuliah metodologi sampai ke benar-benar proposal penelitian.
Seingat saya, proposal pertama saya adalah tentang daun mahkota dewa dengan alergi, karena saya tak menemukan alasan yang tepat mengapa mahkota dewa, saya pindah ke lain hati, jadi ke kurkumin. Kurkumin ini adalah salah satu zat aktif yang ada di kunyit, jahe, dan sejenisnya. Masih dihubungkan dengan alergi. Jadi sampai akhir semester 1 saya sudah 2x ngerjain proposal lo
#bangga

Selanjutnya saya diajak membuat payung penelitian, karena payung, jadi saya tak bisa memaksakan keinginan saya, harus ada keinginan teman dan pembimbing juga, jadilah saat itu proposal saya berubah dari yang kurkumin dan alergi menjadi kurkumin dan antiobiotik terhadap serangan bakteri. Keren nggak si? Bagi saya keren
Karena waktu tak pernah berhenti berjalan, begitu saya proposal saya
#eh?
Karena satu dan lain hal, serta setelah saya bergalau unyu-unyu, nangis plus ketawa sendiri di kamar dan guling-guling di rampal, saya akhirnya melepas payung penelitian itu, dan berubah ke payung penelitian yang lain.
Payung penelitian yang akhirnya benar-benar menjadi penelitian tesis saya ini, saya ditawari oleh soulmate saya yang dianya ditawari oleh mahasiswa S3.

Di sini, posisi saya menurut saya nggak jelas, tapi demi sebuah gelar, saya berusaha sabar dengan posisi yang ada. Entah perasaan saya entah kenyataan, kaproyek saya tampaknya kurang sreg dengan saya, bukan, mungkin perasaan saya saja. Saya terkadang terlalu sensitif, dan saat saya sudah pernah ”nggak dianggep penting” maka saya ilfil dan suka jadi ”benci” tiba-tiba pada orang. Beneran ini sifat yang nggak baik, jadi jangan di tiru.
Karena perasaan saya yang sudah nggak sreg sama kaproyek tapi saya masih harus men-sreg-kan diri, jadi makanan favorit saya nambah, yaitu hati.
Saya benar-benar setuju kalau ada yang bilang musuh paling besar adalah diri sendiri, karena memang sejak penelitian ini berlangsung, saya merasakannya, bagaimana rasanya melawan kecewa hati dan menampakkannya dalam bentuk senyum, syukur, ikhlas, sabar dan tenang.
Jadi ingat coretan saya tentang tugas akhir ini deh.

Balik ke payung penelitian,
#berasa muter kemana-mana tulisan ini

Kalau ada yang bilang ikut payung penelitian itu enak, jangan langsung percaya, semua itu pasti ada enak nggak enaknya kok
Mungkin memang banyak enaknya ikut payung penelitian, tapi kita tak bisa gerak sebebas kalau kita tidak dibawah payung, kita akan terpaku hanya dibagian yang memang kebetulan menjadi bagian kita dalam penelitian payung itu, kita nggak bisa sok idealis dengan mencari apa yang kita inginkan, tapi kita harus ingin mencari apa yang sudah bagian kita.
Begitu juga sebaliknya, kalau kita tidak di bawah payung penelitian, kita bisa bebas mengarahkan penelitian yang akan kita lakukan, kita bisa seenaknya memilih parameter atau memperlakukan sesuatu jika memang itu diperlukanuntuk menambahkan informasi, tapi ndak enaknya, semakin banyak yang kita ingin tahu, semakin banyak pula uang yang keluar.

Seorang peneliti yang sedang meneliti sesuai keinginan hatinya mungkin berkata, enak ya di bawah payung penelitian, ndak perlu mikirin nyari uang dimana, tapi sayang mereka nggak bisa bebas, bakal terfokus disitu aja, ndak ideal penelitiannya, mending kayak aku aja, bisa neliti sesuai keinginanku
Sementara peneliti lain yang dibawah payung penelitian berkata, kata siapa, meskipun terbatas, tapikan berguna bagi orang lain, daripada situ, sesuai keinginan tapi berubah jadi pelit
Kalau ni ya saya ditanyain suka yang mana, saya jawab suka dua-duanya dan kalau ada yang bilang, enak ya kamu ikut payung penelitian, saya akan jawab, yuk, tuker tempat a?
Ndak ada yang benar-benar enak atau yang isinya enak terus, semuanya itu seimbang, ditengah keenakan akan ada ketidakenakan, menurut saya sih.

Tugas Akhir (Ini)


Namanya sekolah pasti dikasih tugas, kalau ndak ngerjain tugas ya ndak lulus.
Kalau ndak mau dikasih tugas, ya ndak usah sekolah
#eh?

Dan TA ini yaaaaaa
50,1% kurang membahagiakan dan 49,9% membahagiakan. Karena sudah pernah nangis di pojokan mushola sore-sore  waktu ittu, jadi saya menikmati bagian yang 49,9% saja deh.
Tapi bahagia bukan ndak boleh ngeluh kan?
#eh?

Mulai dari pemilihan penelitian, pemilihan organ, pemilihan parameter, pemelihan analisa, pemilihan analis bahkan pemilihan pembimbing, semua butuh yang namanya galau unyu-unyu. Tapi saya selalu percaya bahwa terang selalu datang meski gelap terasa tak akan pernah pergi, karena itulah akhirnya saya bisa jadi seperti sekarang ini.
Jangan tanyakan berapa kali saya ingin menyerah, karena kayaknya jari tangan saya ndak cukup buat ngitungnya
Jangan tanyakan berapa kali saya nangis dan pengen pergi, karena kayaknya saya juga ndak bisa ngitung berapa banyak tisu yang sudah terbuang
Jangan tanyakan berapa kali alergi saya kumat, karena kayaknya tiap malam alergi saya selalu kumat
Tapi di balik semua itu,
InsyaAllah saya malah bersyukur, karena bisa merasakan banyak ”rasa” dan belajar cara ngadepinnya, rasa sakit, kecewa, iri, atau apapun itu. Bahkan sekarang saat saya ingin menangis (lagi) ketika saya menemukan hambatan yang saya rasa saya tak bisa melewatinya, malah ndak bisa, tiap mau nangis, malah jadi senyum makanya orang-orang di sekitar saya alah heran
#perasaan sudah dulu deh saya aneh, kenapa mereka baru heran ya? :p

Ketika saya marah atau kecewa, entah sama orang atau keadaan, daripada bentak-bentak orang saya lebih seneng nangis di kamar atau makan, makanya tiap kali saya seteres, berat badan saya gampang naik, maaf ya badan jadi nyusahin kamu. Saya ingat ketika bermasalah dengan teman kerja dulu, berat badan saya naik 3 kilo selama 5 hari, ini nuruninnya susaaaah
#eh?
Sekarang kalau tentang TA ini yang membuat saya merasa marah atau kecewa, yang saya lakukan malah senyum, kenapa?
Karena dulu, pas awal banget saua ”masuk” ke TA ini, saya pernah merasakan kecewwa, takut dan sakit yang lebih dari ini, sampai akhirnya saya nangis di pojokan mushola kampus, untung aja ada rekan setrika yang jadi pendengar baik saya.
Saat itu, saya yang tetiba disuruh ganti parameter sama pembimbing dan belum mendalami tentang parameter ini, tetiba harus menganalisa parameter ini besok, saya tahu diri saya bukan orang pintar, jadi sebenernya saya butuh banyak baca dulu sebelum analisa, tapi om ti yang besok sudah dibedah tidak bisa menunggu saya, saat itu saya cukup tenang ketika soulmate saya bilang, organ bisa disimpen kok, jadi kamu baca-baca dulu. Tapi ternyataaaaaa, di tengah saya baca-baca tetiba seorang berkata kalau analisa  sel itu harus hari itu juga. Saya yang memang dari dulu ndak suka diburu-buru jadi bingung sendiri, mau analisa di lab saya belum masukin proposal, ya gimana mau masukin proposal ke lab, proposal saya aja belum jadi, ini sepenuhnya memang salah saya, untungnya kaproyek saya mau menanggung saya, jadi analisnya membolehkan saya  untuk analisa disana. Standar analis ketemu peneliti geje seperti saya, dia marah-marah, yang katanya saya ndadak, dia ndak mau bantu, inilah itulah, saya terima, karena memang saya yang salah. Masalah besarnya adalah ketika saya ndak ngerti apa yang harus saya lakukan, simpelnya saya ngitung jumlah sel, tapi saya nggak ngerti sel apa yang dihitung dan cara hitungnya, tanya analis malah analisnya balikin ke peneliti. Dan hasil itungan saya kala itu adalah GAGAL TOTAL. Kalau sekarang gagal, apa besok saya berhasil? Saya tak yakin, makanya saya seteres, bingung yang pake banget, capek pula. Soulmate saya sudah sibuk dengan paramteternya, teman-teman admin pada pulang, saya benar-benar merasa sendiri dan paling bodoh serta merasa orang paling nggak sukses di dunia. Saat itu, sekitar jam 5, saya menyerah dan menangis di pojokan mushola kampus, bener ya kalo diinget-inget, kok berani gitu saya nangis di mushola lantai 2 yang sudah ndak ada orang sama sekali. Ini perbuatan yang saya sesalkan tapi juga bikin saya berhasil ngakak.
Banyak masa suram yang saya alami ketika penelitian TA ini, tapi paling suram ya pas pembedahan pertama yang pake nangis di pojokan mushola itu.
Sering saya merasa dipandang sebelah mata sama kaproyek saya, karena proposal saya yang ga sempurna, karena saya yang nggak bisa bantuin bedah tikus, karena saya yang perfusi tikus ndak bisa atau karena organ yang saya ambil ini menyusahkan pembedahnya. Saya pengen nangis, ndak kuat, pengen banget bilang ke kaproyek saya kalau saya ini lulusan gizi, yang dulu praktikumnya kebanyakan masak, bukan utek-utek tikus. Belum lagi nerima kenyataan kalau saya ini S2 tapi tugasnya Cuma nempelin solasi ke label yang ditempelin ke tempat organ, saya melabel aja ndak dipercaya sama kaproyeknya, beliau lebih nyuruh soulmate saya melabel, tapi karena soulmate saya ikut mbedah jadi kadang kalau ndak ada kaproyek saya dibolehin melabel. Bahkan kadang, saat ada organ yang ketelisut dan saya tak berhasil menemukannya, kaproyek sering mengritik cara saya menata organ, padahal saya sudah berusaha menata organ seperti penataan beliau, tapikan saya ndak apal label-label organ, jadi ya saya masih tak tahu tempatnya dimana. Tapi daripada saya mbela diri atau ngeluh yang tampaknya juga percuma, saya lebih milih buat belajar, belajar untuk bisa bantuin analisnya mbedah tikus, belajaar buat perfusi paru dan belajar ambil organ saya sendiri, meskipun akhirnya mas analisnya ndak minta bantuan saya, tapi saya tetep berusaha mengerti.
Dipandang sebelah mata kadang menyakitkan, tapi saat kita menjadikannya sebagai cambuk untuk belajar lagi itu bisa jadi cara yang paling efektif, menurut saya sih. Jadi makasih ya pak kaproyek untuk cambuknya J

Belum lagi saat saya merasa kaproyek saya ndak cocok sama saya, saat itu empat kalian saya mendapati kaproyek saya ndak mau ngomong sama saya, pertama ketika saya nanya kapan pembedahan, beliau bilang ndak tahu, tapi sesaat kemudian ada yang nanya beliau jawab lusa. Kedua ketika rekan menanyakan saya sudah beli alat apa belum, saya kira tumben rekan saya yang ini nanya, ternyata dia nanya karena disuruh kaproyek, ketiga ketika ada sms dari analis yang diperuntukkan ke saya tapi beliau ndak nyampein, alasannya nama saya dan nama rekan saya sama, jadi beliau pikir itu sms untuk teman saya, keempat adalah ketika ada pembedahan dan saya ndak dikabari, alasannya karena parameter ini ndak diambil, jadi biar cepet saya ndak usah dikasih tahu biar saya ndak dateng, tapi pas saya dateng beliaunya malah nanyain soulmate saya mana dan tampak sedikit kecewa karena saya datang tanpa soulmate saya, meski akhirnya beliau sadar kalau beliau yang salah karena bedah nggak kabar-kabar. Jujur ya, saya tersinggung lo, tapi saya mencoba kembali ke kodrat kalau saya ini bukan siapa-siapa dan beliau adalah yang punya kuasa, apalagi beliau punya uang. Salah saya juga sih saya ndak mau ngambil parameter yang diambil beliau malah ambil parameter yang menyusahkan saat pembedahan. Dan saya hampir percaya dengan kalimat kalau uang mampu membeli semuanya.
#bagian ini hanya perasaan saya
Karena menurut banyak orang, kaproyek saya ini baik, ramah dan menyenangkan

Saya juga pernah datang paling pagi, padahal janjian jam 6, tapi soulmate saya dan mas analis datang jam setengah 7, kaproyek sempet ngintip datang jam 7, dan mereka ngaret nggak ada yang pamit saya, padahal saya bela-belain ndak sarapan waktu itu. Tapi saya tahu diri juga sih, siapa saya sampe harus pamit ke saya? Haha. Berangkatnya ndak sarapan, jatah makan siang saya hilang dan sorenya janji nganterin temen ke rumah dosen, beruntungnya hujan saat itu, jadi temen saya maunya kita ke rumah dosennya jalan. Pengen banget ngomong ke temen ini saya belum makan daripagi tapi kayaknya dia ndak peduli deh, lagian saya sudah janji ini, jadi biar cilok sajalah yang ngisi perut saya.
Alhamdulilahnya saya bisa melewati masa suram itu, jadi sekarang tiap kali ada hambatan apa gitu, saya sering membandingkan dengan kejadian di pojokan mushola itu, makanya saya malah ngakak.rasanya sudah kebal dengan apapun yang terjadi.

Apalagi ketika saya nemu slide ini,


Kemaren saya sempet nemu slide yang isinya seperti itu, dan kalau disamakan dengan yang ada pada saya jadinya adalah saya bukan peneliti yang baik,
Motivasi tinggi, untuk bisa lulus, daya dorong saya tidak kuat karena saya tidak terlalu perhatian pada masalah pada penelitian ini, perhatian aja ndak apalagi pengen tahu, ndak blas. Kemampuan mengetahui dan menilai juga pas-pasan, tapi kemampuan beragumentasi kuat kok, kebiasaan ngeles soalnya. Untuk point ke tujuh, sepertinya belum sepenuhnya ada di saya
Pantes aja ya sesuatu yang sebenernya kalau saya mau saya bisa menyelesaikannya nggak selesai-selesai, ternyata itu penyebabnya
#eh?

Tapi tampaknya bukan itu penyebab TA ini ndak selesai, tapi karena TA ini tampak sulit, pake banget dan tampaknya saya terlalu sombong saat saya merasa, ndak ada yang sulit kalau kita belajar
Alhamdulilahnya disadarkan kalau saya terlalu sombong, jadi lain kali ndak sombong-sombong lagi, InsyaAllah
Mungkin benar ndak ada yang sulit kalau kita belajar, tapi ternyata orang punya batas kemampuan sendiri,dan inilah yang tidak saya sadari hingga akhirnya saya terkesan sombong. Dosen pembimbing 2 saya pas ujian proposal berkata, kamu kenapa harus sulit-sulit ngambil ini? Kamu dari gizi kan? Cari yang lebih mudah saja
Dengan keyakinan saya saat itu saya Cuma tersenyum sambil mbatin, semua sulit bagi saya dok tapi saya akan berusaha untuk belajar.
Temen analis saya juga pernah bilang, kamu itu lapo ambil parameter yang mbulet dan mahal, mending kamu ambil jaringan lalu tak bikinin slidenya, gratis wes.
Saya Cuma jawab, aslie aku juga ndak pengen ambil ini mas, tapi parameter inilah yang kayaknya ndak ngganggu parameter yang diambil kaproyek, ini aja udah 3x ganti parameter
Kayaknya yang dikatakan pembimbing dan teman analis saya bener, TA ini terlalu sulit untuk saya, dan saya bener-bener terlalu sombong saat saya bilang saya bisa, karena nyatanya saya ndak bisa. Dan karena semua sudah terjadi, tak penting lagi mencari alasan kenapa nasi menjadi bubur, tapi saatnya menjadikan bubur lebih enak dari nasi. Mungkin otak saya nggak sampai, tapi semoga nalar saya masih sampai, semoga kerajinan saya masih bisa membantu saya mengerti dan semoga saya bisa menyelesaikannya.

Semua yang terjadi dalam pengerjaan penelitian TA ini memang Cuma 49,5% yang membahagiakan, tapi saya bisa memilih untuk menikmati 49,5% itu dibanding merasakan yang 50,1%. Bahagia memang perasaan, tapi untuk merasa bahagi itu pilihan :)