Kamis, 30 Oktober 2014

Menolak Kenyataan

Jadi mau sampai kapan menolak kenyataan?

Pertanyaan itu sering saya tanyakan pada diri saya sendiri
Dua minggu lalu, saat akhirnya saya menemui kenyataan yang tak sesuai harapan, ada rasa yang entah apa namanya, yang jelas membuat saya merasa tidak nyaman.

Saya menginginkan sebuah jawaban, dan saya sudah mendapatkannya, tapi ternyata jawaban itu tak sesuai dengan harapan saya
Saya mencari lagi
Mencari dan terus mencari
Berharap ada jawaban yang sesuai dengan harapan saya

Saya selalu merasa, masih ada kemungkinan baik yang mungkin bisa terjadi dari kejadian yang tidak mengenakkan ini
Bukankah ada kalimat kun fayakun?

Saya mulai merasa berantakan
Saya semakin merasa tidak nyaman
Sesuatu yang biasanya saya lakukan dengan senyuman, sekarang berganti dengan keluhan
Sesuatu yang biasanya mampu saya pahami, tak lagi mampu saya mengerti
Saya sadar ini bukan saya, tapi saya merasa tak bisa apa-apa

Telfon sana telfon sini
Cerita sana cerita sini
Tapi tetap saja saya masih merasa belum baik-baik saja

Sampai seorang teman berkata,
Terimalah kenyataan
Hidup ini hanya ada dua rasa, bahagia atau sakit
Lebih bakik sakit daripada bahagia tapi palsu
Sabarlah

Saya paham dimana letak berantakannya hidup saya
Saat saya menolak kenyataan
Hanya karena tak sesuai harapan

Mulut saya selalu berkata, saya tidak sedang berharap
Tapi hati saya ternyata tak sependapat, saya berharap, cuma tidak mau mengakuinya
Dan inilah yang membuat saya "seaneh" ini
Saya juga salah besar tentang arti kun fayakun
Bukan tentang merubah kenyataan yang sudah terjadi, tapi tentang sesuatu yang masih mungkin terjadi

Ya kalau kenyataannya seperti ini, mau bagaimana lagi?
Terimalah
Karena itu pasti yang terbaik
Dan yang terbauk, memang kadang tiak bisa dirasakan sekarang
Semua ada waktunya

Seperti lapar saat puasa, pasti lapar akan hilang saat sudah waktunya buka puasa

Satu hal yang paling saya syukuri ketika saya dalam proses menolak kenyataan, saya punya banyak orang yang menyayangi saya

Saya masih ingat cara mereka menguatkan  

Sepatu

Sepatu itu, UNIK

Ada banyak sekali jenis sepatu
Apalagi sepatu perempuan
Wedges, high heel, teplek, sport, atau apalah itu jenisnya

Saya sih nggak paham
Yang saya paham, saat saya sudah nyaman dengan satu sepatu, ya sampai sepatu ini nggak bisa dipakai lagi saya bener-bener nggak akan pakai sepatu ini lagi

Tapi akhir-akhir ini, ibu saya sedang senang membelikan saya sepatu
Dan saya belajar sesuatu dari sepatu

Sepatu itu, kadang mengajari pemakainya menjadi penipu,
Sepatu coklat itu contohnya
Terlihat manis saat memakainya,
Tapi ternyata, bikin lecet kedua kaki di bagian belakangnya
Padahal nggak kesempitan, dan sudah pakai kaos kaki, tapi tetap, saat seharian dipakai, meningalkan bekas luka yang seminggu hilangnya

 
Sepatu itu, juga mengajarkan tentang penyesuaian

Sepatu hitam ini contohnya
Pas belinya sih cukup
Pas dipakai kerasa kesempitan
Seminggu dipakai, tiap sore selalu merasa jari kelingking kaki cenat-cenut
Tapi seminggu setelahnya, sampai sekarang, sudah terasa enakan

Sama seperti proses penyesuaian yang lain, pasti awalnya ada rasa tak nyaman, mungkin samapai terasa sakit, tapi saat sudah terbiasa, rasa itu bisa pergi, dan berganti rasa nyaman

Butuh waktu dan kekuatan memang
Akan jauh lebih gampang beli sepatu yang baru timbang harus tersiksa dengan sepatu yang tidak nyaman
Tapi kadang, hidup  mengajarkan bagaimana kita harus menghadapi sesuatu yang tidak nyaman
Meskipun mungkin kita bisa saja mencari yang nyaman

Karena pastinya, tak akan ada sesuatu yang benar-benar membuat kita nyaman
Tapi kita bisa merasa nyaman dengan keadaan yang tidak nyaman jika kita mampu bersyukur



Menunggu

Pernah menunggu?
Patilah pernah

Ada yang bilang menunggu adalah hal yang membosankan
Tapi tidak bagi saya
Karena sebenarnya, banyak hal yang bisa dilakukan dalam proses menunggu
Menunggu kedatangan seseorang sambil twitteran, ngeblog, itu bisa bikin lupa kalau sedang menunggu
Kalau kata membosankan sudah bisa terhapus, belum tentu kata kecewa bisa terhapuskan.

Ada sebuah kalimat ngejleb dari mario teguh yang saya sedang suka,

ngejleb sih, tapi kalau kenyataannya seperti itu, mau bagaimana lagi?

Setiap kejadian pasti ada risikonya
Menunggu juga
Risiko yang ditunggu datang atau tidak
Kalaupun datang apakah memberikan sesuatu sesuai harapan atau tidak
Inti dari setiap risiko dalah bahagia dan sakit
Kalau kata seorang teman sih

Makanya itu saat menunggu jangan hanya cuma menunggu
Tapi lakukan kegiatan positif lainnya
Jadi bila nanti yang ditunggu tak memberikan sesuatu sesuai harapan, paling tidak kita sudah bisa melakukan hal positif yang selama kita menunggu kita lakukan

Nunggu bis dateng sambil makan, kalau bisnya nggak jadi dateng, paling enggak udah kenyang
Nunggu pengumuman panggilan kerja sambil belajar tes TOEFL, kalau nggak ada panggilan kerja, paling nggak sudah dapet ilmu TOEFL
Nunggu seseorang datang sambil bikin kue, kalau orangnya nggak dateng, paling nggak kuenya udah mateng
Jangan buang waktu hanya untuk menunggu sesuatu yang tiak pasti
Ketidakpastian memang akan ada dimana-mana, namun tak berarti kita diam saja menunggu yang abu-abu berubah jadi hitam atau putih

Sakit Hati

Kalau mendengar kata sakit hati, yang terlintas dalam pikiran adalah, dia masih manusia.
Manusia pasti punya hati, jadi wajar kalau sakit hati

Tapi ternyata sakit hati bukan hanya tentang sekarang sakit, minum obat, terus besok sembuh.

Sakit hati, lebih complicated ternyata.

Sakit hati biasanya dikaitkan dengan yang namanya harapan.
Lalu?
Berhenti berharap?
Mana bisa hidup kalau tak punya harapan

Berharap boleh, tapi jangan terlalu tinggi
Saya setuju dengan kalimat, the higher your expectation is, the more pain you'ill get
Sesuaikan harapan dengan kemampuan dan kemauan
Kalau kita yakin orang lain mampu dan mau, bolehlah berharap agak tinggi ke orang itu
Tapi kalau orang lain itu cuma mampu tapi tak mau atau mau tapi tak mampu, yasudah, jangan terlalu berharap, tapi jangan juga tidak berharap
Masih mungkin kok berubah jadi mau dan mampu
Meski kemungkijnan cuma 0,0000000000009%

Siapkan hati untuk menerima kalau harapan tak sesuai kenyataan
Kuatkan hati apabila harapan tak sesuai kenyataan

Jikalau nanti akhirnya sakit hati,
Nikmati
Setiap sakit pasti butuh proses untuk recovery
Tapi tak berarti hidup berhenti disini
Nangis boleh kok
Tapi jangan lama-lama
Sedih boleh kok
Tapi jangan lama-lama juga

Kan masih manusia, masih bolehlah sedih, yang nggak boleh adalah lama-lama sedih
Ada banyak hal yang bisa menghapus sedih
Yang pasti, dalam setiap kesedihan, akan terlihat sebuah kesetiaan, akan terlihat sebuah persahabatan.

Salah satu yang saya pelajari saat sakit hati adalah IKHLAS
dan langkah pertama ikhlas adalah menerima kenyataan
Kadang, tanpa disadari, seseorang masih menolak kenyataan yang tak sesuai dengan harapannya
Inilah yang kadang membuat sakitnya masih terasa

Setiap kejadian pasti karena ada sebuah alasan
Berbaiksangkalah dengan jalan Allah
Berdamailah dengan diri sendiri
dan pastinya dengan kenyataan juga

Ke-biasa-an

Kebiasaan
Dari kata dasar biasa
Merubah suatu kebiasaan mungkin eh bukan, pastinya sama dengan membentuk kebiasaan baru

Dulu, kalau tidak salah, guru saya pernah bilang,
sekarang kamu yang akan membentuk kebiasaan, tapi nanti, kebiasaan yang membentuk kamu
Guru juga menyontohkan, sekarang mungkin kamu yang biasanya mandi sekali sehari akan berusaha sangat amat keras untuk memulai membiasakan mandi dua kali sehari, tapi nanti, kamu akan merasa ada yang tidak beres ketika kamu tidak mandi dua kali sehari
*ini kenapa contohnya mandi ya? =D

Kalau kata sahabat yang kebetukan juga dosen plus peneliti, membentuk suatu kebiasaan biasanya seitar 21 hari, jadi just try it


21 hari itu cepet kok
:)
tapi kalau dihayati kadang kerasa lama
#eh?

Sama seperti membentuk kebiasakan baru, menghilangkan sesuatu yang biasanya terjadi itu susahnya cuma di awal
Cuma butuh keyakinan dan kemantapan tekad
Nggak perlu 21 hari, 5 atau 7 hari pasti juga udah mulai terbiasa kehilangan kebiasaan
Susah itu pasti
Tak ada orang yang bisa langsung berlari, pasti belajar dulu, belajar berdiri, belajar berjalan baru bisa berlari

Jadi jika memang ingin membiasakan sesuatu, nikmatilah tiap prosesnya
Hasilnya memang tidak instan, mie aja yang instan masih perlu dimasak, apalagi merubah kebiasaan

Selasa, 28 Oktober 2014

Perubahan

Waktu berjalan, dan dari setiap perjalanan waktu, pasti akan ada perubahan

Perubahan itu keperluan? atau kebutuhan? atau bukan keduanya?
Tergantung
Apa yang berubah dan alasan perubahannya

Perubahan perlu kalau kita berada dalam sebuah lingkungan yang baru
Seperti tahap adaptasi, penyesuaian, daripada nunggu orang lain berubah sesuai dengan keinginan kita, kenapa tidak kita saja berubah?
Berubah tak selalu berarti kita salah
Sekali lagi, berubah tentang sebuah penyesuaian

Kalau lagi sudah berubah dan berusaha menyesuaikan tapi masih tidak seimbang dengan partnernya gimana dong?

Ya nasib
=D

Minggu, 26 Oktober 2014

Berhenti Berharap

Berharap itu perlu
Tapi terlalu berharap itu, membahayakan

Jadi inget lagunya sheila on 7
Aku berhenti berharap
Dan menunggu datang gelap
Sampe nanti suatu saat
Tak ada cinta kudapat

Kenapa ada derita
Bila bahagia tercipta
Kenapa ada sang hitam
Bila putih menyenangkan
ha... ha...


Tapi nggak separah itu juga sih, haha

Kadang bingung dimana letak salahnya berharap
Kita bertemu dengan banyak jenis manusia
Dengan segala macam sifatnya
Dengan background yang sama atau berbeda
Dengan cara menyikapi masalah yang sama atau berbeda
Pasti secara langsung akan berharap

Saat ada dalam sebuah tim dengan tujuan yang sama, pasti akan berharap dapat bekerjasama dengan adil dan merata
Tapi kalau misal yang satu mampu dan mau, yang satu mau tapi tak mampu, yang satu mampu tak mau, bagaimana cara menyatukannya?

Entahlah, mungkin harapan tetap jadi sebuah harapan
Tak akan mampu mengubah yang tak mau jadi mau, atau yang tak mampu jadi mampu
Tapi tetap, doa punya kekuatannya sendiri

Harapan itu, bisa jadi awal sebuah kenyataan
Tapi tak jarang kenyataan tak sesuai harapan

Berharap itu perlu
Tapi tidak terlalu tinggi

Bekasi



Tak terasa, sudah hampir 6 bulan ada disini. Perantauan yang jaraknya sekitar 650-an kilometer dari kampung.
Bukan tentang tidak bersyukur atau tidak menerimaa jalan terbaik dariNya
Tapi terkadang masih muncul pertanyaan
Why me?
Why bekasi?
Wuaaaaaaiiiiiiiiiii?

Terlahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, anak cewek diantara kakak dan adik cowok, kadang mikir, kenapa sih dilepas berkelana sejauh ini?
Saya masih ingat waktu jam malam pulang saya adalah jam 9 malam dan jam malam kakak dan adek saya adalah jam 10 malam.
Saya masih ingat waktu Ibu tidak sreg kalau saya maen ke rumah temen cowok sementara kakak dan adek boleh main kemana saja
Saya masih ingat kalau pergi kemanapun ndak boleh sendiri, sementara kakak dan adek boleh kemana-mana sendiri
Saya masih inget ketika Ayah menyarankan lebih baik tidak mengajak teman laki2 ke rumah apalagi pulangnya diatas jam 9 malam, sementara kakakadek boleh-boleh aja ngajak temennya sampe semalem apapun
Saya tahu Ayah dan Ibu pasti sayang sama saya, makanya dijagainnya sampai seperti itu.
Tapi saya heran, ketika saya punya mimpi untuk bisa berdekatan saja dengan orang tua, malah ibu yang "ngusir" saya.

Kata Ibu, kalau berkelana sampai kesini, pasti jauh lebih "berarti" timbang cuma ada di sana.

Ibu, sudah jauh lebih tahu tentang bidang yang sedang saya jalani, karena memang Ibu dan saya kebetulan sebidang.

Saya sempat sedih, ketika beberapa teman perempuan saya mengeluhkan kalau mereka ingin pergi tetapi tidak diperbolehkan orangtuanya, saya justru malah disuruh pergi padahal ingin berada di dekat orangtua

Sesedih apapun saat itu, saya masih bisa paham, Ibu dan ayah ingin yang terbaik bagi saya
Pastilah

Siapa sangka tempat kerja disini deket pake banget dengan rumah om, alias adik dari ibu, mungkin karena itu Ibu percaya saya akan baik-baik saja disini.
Jalan kaki cukup 20 menit, agak lari 15 menit, lari-lari kecil 10 menit, kalau naek motor malah cuma 5 menit.

Pindah
I hate this part
Harus adaptasi tempat
Harus adaptasi lingkungan
Harus siap nggak bisa memeluk temen yang lama

Awalnya
Pasti berat lah
Alhamdulilahnya dulu biar nggak homesick, adek menemani seminggu disini
Alhamdulilah juga dulu ada sepupu yang enak diajak ngobrol dan hangout
Alhamdulilah ortu juga sempet berkunjung awal-awal disini
Tapi adek sudah pulang
Ortu juga sudah pulang
Sepupu juga sudah pindah ke malang untuk kuliah
Mulai deh merasa sendiri

Belum lagi saat jadi minoritas
Makin merasa sendiri

Tapi Alhamdulilaah
Jalan Allah itu memang terbaik
Saya punya banyak teman yang cintanya tak pernah putus meski sekarang jaraknya sudah jauh
Mungkin saya tidak bisa memeluk mereka satu-satu sekarang
Tapi saat saya merasa sendiri, mereka selalu siap mendampingi
Terimakasih

Selain itu, ada satu kalimat dari seseorang yang membuat saya tak takut sendiri,
Lihat matahari, sendiri, juga bersinar


Weekend di perantauan memang terkadang terasa ngenes
Kalau tidak cuma tiduran di kamar
Pol mentok cuma kencan sama laptop

Rencananya pengen jalan-jalan ngapalin perantauan ini, jadi dikirimin motor sama ayah dan ibu, tapi faktanya, bekasi terlalu panas dan kadang macet kalau weekend gini.

Dan entahlah, selalu merasa unsave kalau jalan sendirian disini, beda dengan di malang
Mungkin masih perlu banyak adaptasi

Ya iyalah, di malang 6 tahun dan dibekasi baru 6 bulan

Bekasi
Be nice ya
4 tahun lah minimal
Semoga bisa betah disini