Senin, 30 September 2013

Sembunyikan Saja Kameranya

Setiap pengerjaan tugas akhir memiliki cerita sendiri-sendiri, kali ini say aingin menceritakaan pengerjaan tugas akhir adik saya, yang kebetulan sampai sekarang belum selesai.
Adik saya ini, kuliahnya dobel memang, satu di um dans atunya di ub, jadi wajar lah ya kalau misalnya dia agak kesulitan bagi waktu. Cerita kali ini tentang tugas akhir di jurusan matematika di ub. Kalau ndak salah ingat, di jurusan matematika ini ada 4 konsentrasi tugas akhirnya, aljabar, analisis terapan 1 dan terapan 2. Nah kebetulannya adik saya jodohnya sama terapan, tentang pemodelan matematika. Katanya iseng ngasih jurnal ke pembimbing, pembimbingnya tertarik, karena di jurnal ini ada koefisien yang pada pemodelan standar jarang ditemui.
Nah lo, keren kan adik saya *antara bangga sama mikir kalo adik saya termasuk orang aneh*
(niatan) Judul tugas akhirnya adalah Analisa Dinamik Model SIS dengan Laju Pertumbuhan dan Kematian yang Dipengaruhi Total Populasi.
Biasanya itu untuk model SIS, hanya dipengaruhi laju pertumbuhan saja, nah karena jurnal yang ditemuin adek saya laju kematian juga mempengaruhi, maka adek saya cukup kesulitan. Apalahi muncul satu koefisien yang biasanya pada model standar nilainya 0, tapi pada tugas akhir adik saya, koefisien ini harus dihitung tambah deh mbuletisasi *selamet ya dek*

Karena kebetulan tante punya kenalan yang mungkin bisa bantu ngitungin, jadinya adik saya sedikit banyak berharap bantuan itu bisa membuat tugas akhirnya selesai. 
Bantuan pertama, memang dari orang jurusan matematika, jadi lumayan ngarep kali ya.
Sering dihubungi adik saya, beliaunya ndak ada kabar, sehari dua hari sampe akhirnya beliau sms yang intinya adalah, maaf dek saya ndak bisa bantu, saya kurang bisa menemukan referensi, maaf dan terimakasih.
Lalu tante menawarkan lagi bantuan dari teman lainnya, beliau menyanggupi, bahkan beliau (kalau misalnya dibanding yang pertama) lebih komunikatif, lebih enak diajak konsultasi, bahkan beliau menyanggupi untuk menyelesaikan dalam beberapa hari, meskipun beliau backgroundnya bukan matematika. Alhamdulilah.
Namun setelah beberapa hari, adik saya kembali mendapat sms, maaf dik saya tidak bisa bantu, saya tidak tahu dasar tentang matematika, mungkin kalau adik sendiri yang mengerjakan adik bisa melakukannya.

Lalu, saya ngakak lah, sambil dengan santainya bilang ke adik saya,
kameranya mana ya? saya mau melambaikan tangan, mas-mas saya ndak kuat
 Ini tugas akhirnya adik saya berasa uji nyali dunia lain aja, abis  beberapa menyanggupi lalu beberapa pula bilang, ndak kuat.
Jadi sekarang saya sering ngeledekin adik saya, mas-mas, saya ndak kuat mas =D
Ganbatte ya dek, InsyaAllah kamu bisa, sini kubantuin, bantu doa sama BAB 1 aja ya, haha

Jumat, 20 September 2013

Cuek

Manusia itu macem-macem jenisnya, macem-macem cara mikirnya dan macem-macem keinginannya. Pastinya manusia akan lebih senang ketika dia bisa menemukan sekumpulan yang punya kesamaan jenis, cara mikir dan keinginan, tapi pastinya ndak gampang juga.
Lalu?
Mungkin karena itu ada kata adaptasi dan juga ada kalimat terima apa adanya.

Menerima orang lain itu susah, apapun konteksnya, sebagai teman, rekan, partner atau apapun itu. Mungkin kita bisa berniat ikhlas, tapi pasti dalam lubuk hati terdalam, kita juga ingin diterima, kita juga ingin dihargai dan meskipun kita bukan orang yang waham atau apalah namanya, pasti kita akan merasa kalau kita masih punya harga diri jadi juga ingin lebih banyak dimengerti.
Manusiawi.

Paling enak sih ndak berhubungan sama orang yang mungkin ndak sesuai sama kita, karena selain bakal bikin spaneng, akan ada pergolakan batin sendiri dalam diri. Tapi menurut saya itu susah gitu, lha wong tiap hari ketemu orang, yang bisa aja dia ndak sesuai sama kita, masak iya jadi ndak mau ketemu orang cuma gara-gara ndak sesuai sama kita?
Secara ndak langsung si biasanya tubuh kita sudah beradaptasi sendiri kok dengan kejadian seperti itu. Kadang kita akan mendadak kabur saat ketemu orang yang ndak kita suka, bisa dengan langsung kabur, atau mungkin kita akan mendadak berusaha sok sibuk atau ndak mau ngeliat muka atau ndak mau diajak ngomong sama dia atau pura-pura pergi ke toilet untuk menghindari ngomong langsung sama dia.
Tapi kalau adaptasi ini ndak berhasil, mungkin cara termudahnya adalah cuek

Dulu pernah pengen les cuek ke bebek, tapi gagal, udah dicuekin duluan sama si bebek, haha.
Tapi saya jadi mulai belajar cuek, kalau mau cuek itu hampir mirip dengan belajar ndak pakai hati. Kadang pengen gitu jadi orang yang dianggep ndak punya hati, karena kalau ndak punya hati itu berarti juga ndak bakal sakit hati kan?
Ndak enaknya mungkin kita yang jadi sumber sakit hati orang.
Tapi kalau ndak punya hati, bukannya kita juga ndak bakalan ngurusin perasaan orang ya?

Dibiarin seimbang kali ya, kalau misal perkara yang sudah bikin sakit hati banget, ya pas itu cobalah untuk ndak pake hati, coba cuek dengan apapun yang sedang terjadi.
Susah? Ya pastilah, apalagi kalau ndak biasa cuek
Cuma ya pilihannya itu, mau terus sakit hati atau mau cuek aja
Kalau kata seseorang ada pilihan lagi, bales dengan lebih kejam, bukan ngajarin dendam, tapi ngajarin membuktikan kalau kita lebih baik dari dia, atau kalau kita lebih baik dari apa yang dia tuduhkan ke kita. Tapi menurut saya sih ini agak ekstrim ya, meski cuma dikit masi kerasa unsur dendamnya, tapi sebenernya ndak dendam yang jahat juga sih

Ini kok tulisan jadi mbulet ya, haha
Intinya sih kalau misalnya ketemu orang yang ndak sesuai sama kita coba aja cuek, karena ketidaksesuai-an itukan pasti akan menimbulkan konflik, nah menghadapi konflik ini lah yang disarankan cuek, karena kalo dipikir selain buang-buang waktu yang ada malah bikin sakit hati.

Yudisium


Yudisium itu apa ya? Katanya si peresmian kalau kita sudah lulus, tapi ndak resmi-resmi juga sih, secara juga dapetnya cuma surat keterangan lulus, bukan ijazah yang bisa dipake daftar cpns, *eh?
Penting ndak yudisium? Sampai sekarang sih ndak merasa penting, karena ya itu, ndak dapet ijazah juga, malah biasanya menyiksa karena harus pake dreescode putih, *eh?
Mungkin karena belum pernah mendapatkan "sesuatu" pas yudisium kali ya, jadinya rada ilfil dan sedikit esmosi
*maaf ya yudisium*

Dua kali yudisium dua kali presentase kecewanya lebih sedikit dari presentase senengnya

Jaman sekelas masih berenampuluh dulu, kita pernah selentingan berjanji mau yudisium bareng sekelas, alhamdulilahnya kita bisa beryudisium bareng, tapi ketinggalan 8 orang yang belum bisa ikut yudisium.
Seneng sih pas itu, yudisiumnya juga tepat waktu, di akhir semester genap. Ndak senengnya adalah ketika yudisium itu diundur di hari h, keren ndak sih?
Jadi dulu itu rencananya mau yudisium jam 1, tapi jam 11 atau 10 gitu ita dikumpulkan dan dikasih kabar kalau yudisium diundur besok lusa
Whaaaaaaaaat?
Padahal itu sudah berangkat pagi lo, dibatalin aja
Pas itu untuk masuk ruangan dipanggil berdasarkan IPK, jadi semakin kita lama dipanggil semakin kecil pula IPK kita, dan saya termasuk di bagian yang agak belakang, haha
Kalo yudisium yang ini sih mengecewakannya ya karena pembatalan di mantan hari h itu, tapi meski prosentase lebih sedikit, masih seneng kok, bisa foto bareng temen-temen.
Momen paling menyenangkan pas yudisium adalah foto-foto
 ini foto sekelas
 ini foto sekelompok pkl di rsj
 
ini foto sekelompok pkl di wlingi, blitar 
ini foto yang sering kelompokan ngerjain tugas  

dan pastinya sesi foto-foto ini jauh lebih lama dibanding sesi yudisiumnya =D

Yudisium kedua, alhamdulilahnya sudah tadi pagi
setelah mbulet bin ribet ngurusinnya, nunggu agak lama dan lumayan keluar uang juga, akhirnya yudisium jugaaa
Alhamdulilah
Karena yudisium direncanakan dimulai jam8, jadi diadakan gladi bersih jam setengah8 jadi kudu dateng jam sebelum jam itu, eh  ndak tahunya jam segitu bang adminnya aja belum dateng, gimana mau gladi bersih? *eeer
alhasil yudisium dimulai sekitar jam setengah sembilan dan jam sembilan sudah selesai
Whaaaaaat?
Lamaan nunggunya dibanding yudisiumnya
Mana tadi pake sepatunya Ibu' yang beda 2 ukuran lebih kecil, cukup lah ya bikin cenut-cenut kaki sampe sekarang, hihi
Terus pas yudisium ini dipanggilnya berdasarkan NIM dan jadinya dipanggil terakhir, padahalkan lulusnya duluan, berasa ndak berguna gitu lulus duluan, haha
Merasa melas tapi malah pengen ngetawain diri sendiri gitu, haha
Belum lagi yang ternyata ndak termasuk kelompok cumlaude, ya bukan ngejar cumlaude juga si, tapi yang cumlaude itu dapet hadiah dari akademik, kan jadi mupeng, haha, mana hadiahnya harganya diatas seratus ribu lagi *makin mupeng*
Sempet si iri juga sama yang cumlaude tapi terus inget, dulu doanya cuma biar bisa lulus semester genap, jadi yasudah, yang pentingkan lulus, meskipun ndak cumlaude dan ndak dapet bulpen mahal itu, hihi
*semoga yang cumlaude ndak baca tulisan ini*

Bukan masalah hadiahnya si, apa ya, ngenesnya itu adalah ketika mahasiswa harus menanggung konsumsi padahal bisa ngasih hadiah lo
Ndak ikhlas gitu rasanya, rasanya uang sppnya sia-sia
padahal yudisium ini kan yang ngundang undangan bukan mahasiswanya gitu, yudisium yang sekelas berlimapuluh dua dulu juga ndak perlu konsumsi
emang beda kali ya
*curcol yang agak ekstrim*
Alhamdulilahnya masih bisa bayar, InsyaAllahn semakin banyak kita keluar untuk kebaikan maka semakin banyak pula kita mendapat gantinya
Mungkin masih agak sakit hati gara-gara dulu pas ujian tugas akhir ndak dikasi konsumsi kali ya, padahal ada mahasiswa yang lagi ujian juga tapi dapat konsumsi , kebetulannya dia ujian ndak bulan puasa seperti saya sih.
*ah ternyata masih sedikit dendam*
*maaf*
Tapiii, akhirnya yang bikin seneng adalah waktu foto-fotonya, saya ndak beda jauh ya sama 3 tahun lalu =D

ini foto lengkap yudisium hari ini, ada dua kelompok reguler dan non reguler

ini foto yang dari kelas reguler

ini foto dari sekelas

Dan karena pake sepatunya Ibu' yang ada heelsnya, jadi lumayan keliatan tinggi, hihi

Rabu, 11 September 2013

Detectif

Setiap hari, setiap jam bahkan mungkin setiap detik akan ada suatu berita yang muncul, belum tentu bener, meski banyak yang bener juga
Seringnya, salah mungkin lebihtepatnya beberapa orang terkadang saking tertariknya dengan suatu berita dia sudah menyebarkannya sebelum dia sendiri menyelidiki kebenaran dari berita. Kalau cuma menyebarkan sih saya masih terima, yang ndak terima dan ndak suka banget adalah ketika berita yang disebar ditambahi dengan pendapat dia dan dikemas sesuai dengan opini dia tentang berita itu. Karena itu biasa bikin AMBURADUL, *eh maaf caps lock nya kepencet

Simpelnya ada berita kalau misal rumput si a lebih subur dibanding rumput si b, kalau cuma nyampein kalimat ini ke orang lain sama persis sih saya masih terima, ndak terimanya adalah saat menyampaikan ke orang lain ditambahi, kalau misal cuma ditambahi jenis rumputnya sih oke, tapi biasanya berita yang tersebar bisa macem-macem, misalnya
golongan yang masih bisa ditoleransi 
rumput si a lebih subur dibanding rumput si b, ya iyalah ya wong si a memang sarjana pertanian, pantes dia bisa ngerawat rumput jauh lebih subur dibanding si b
rumput si a lebih subur dibanding rumput si b, ya secara si b itu kan jarang di rumah, ya pasti ndak bisa ngerawat rumputnya
golongan lebih butuh banyak toleransi
rumput si a lebih subur dibanding rumput si b, ya iyalah secara si a ndak punya kerjaan lain selain ngurusi rumput
rumput si a lebih subur dibanding rumput si b, tapi ni ya, biasanya si a ini melakukan hal-hal yang bikin rumput si b keliatan ndak subur, kan subur ndak subur memang tergantung pembandingnya
rumput si a lebih subur dibanding rumput si b, ya iyalah, si b kan emang males, dia cuma asal punya aja ndak mau ngerawatnya
golongan yang perlu dihindari daripada nambah dosa
rumput si a lebih subur dibanding rumput si b, ya pasti lah si a kan bla bla bla, sedangkan si b bla bla bla, disini akan muncul banyak sifat negatif dan atau positif dari si a dan b, tergantung penyampai berita, kalo penyampai berita lagi ndak suka si a, akan jelekin si s, kalau lagi ndak suka sama si b akan jelekin si b, ya begitu seterusnya
sering menemui kisah seperti itu?

detektif itu biasanya diidentikkan dengan penyelidikan untuk tindak kejahatan, tapi bagi saya, ndak harus tentang kejahatan, tentang hal sepele ya perlu.
Kita perlu jadi detektif biar kita ndak dianggep tukang fitnah
Kita harus jadi detektif biar kita disebut amanah
dan Kita musti jadi detektif  biar kita tetap jadi orang netral

Ndak jarang kasus si a dan si b ini terjadi pada orang dekat kita, entah memang kenyataan, pencarian citra, pencarian temen atau apapun lah namanya. Kalaupun misalnya si a dan si b ini bukan orang yang kita kenal pun saat mereka adalah orang menarik akan menarik pula menyebarkan berita tentang mereka. Lebih baik ya, sebelum menyebarkan sesuatu jadilah detektif dulu, carilah kebenaran berita, kalaupun misalnya ndak sempet nyari kebenerannya, cantumkan sumbernya, jadi sebarkan seperti saat sedang menulis karya ilmiah kalo perlu, menurut si c kemarin, si a dan si b seperti ini, bahkan lebih amannya jika ditambahi, saat itu ada si d dan e juga.
Jika berani seperti itu, berarti kita bertanggungjawab dengan apa yang disampaikan, meski seperti itu juga kurang tepat, karena tepatnya dicari tahu dulu berita itu benar atau salah
Kalau misal belum ketemu juga benernya gimana, cobalah jadi netral, jika mendengar berita dari si a, maka carilah si b untuk mendengar berita menurut si b. Ini PENTING, karena saat kita hanya mendengar dari satu pihak maka itu bukan netral namanya
Kalaupun misalnya kita ndak kenal si a dan si b jadi ndak bisa konfirmasi, maka tenanglah, cukup dengarkan berita, ndak usah disampaikan ke orang lain dan ndak usah berprasangka apapun ke si a dan si b

Pastinya jadi detektif susah, lebih enak jadi gosip-ers aja
Yo sakkarepmu si
Tapi nanti kalau kamu yang digosipin, jangan kaget kalo banyak orang yang lebih seneng mencelamu dibanding membelamu
Tapi nanti kalau kamu yang digosipin, jangan kaget kalau misal berita aslinya apa yang berkembang jadi apa
Tapi nanti kalau kamu yang digosipi, jangan kaget kalau jadi korban bullying
Perubahan itu berawal dari kamu, kalau kamu ndak mau berubah karena mungkin sebelah kamu juga ndak berubah, ya selamat deh ya ada di lingkaran yang mbuletisasi.
Meski ndak bisa jamin juga kalau misal sekarang kamu jadi detektif sebelahmu juga bakal jadi detektif, tapi InsyaAllah saya percaya kalau misal sekarang jadi detektif, suatu ketika saat jadi bahan gosip, ada seorang yang bersedia jadi detektif bagi kasusmu, karena pastinya apa yang kita kerjakan akan ada balasannya, banyak juga yang mengatakan bahwa saat kita memudahkan urusan seseorang maka kita akan dimudahkan juga, atau saat kita memperlakukan orang lain lebih baik seperti apa yang diperlakukan. Intinya si menurut saya kita harus mencari yang benar dulu atau mencari sumber yang terjamin dulu baru menyebarkan, biar kita juga terhindar dari seorang yang lebih kejam dibanding pembunuh alias si pemfitnah.
Selain itu, kalau kita jadi detektif dan netral, maka InsyaAllah suatu saat juga akan ada yang bersifat sama ketika kita berada dalam posisi itu

Dan yang perlu diingat, cobalah jadi orang yang sedang dibicarakan jika kamu mau menilai orang itu.
Karena salah atau benar terkadang bukan hanya tentang kesepakatan umum, tapi juga tentang latar belakang sesuatu

Minggu, 08 September 2013

Sopir

Masih berhubungan sama posting sebelumnya dan sebenernya ndak ada hubungan sama kasus sopir 13 tahun tadi yang seharian ini menghebohkan, tapi ada si inspirasinya dari situ selain dari tuitwar sama adek kos barusan.

Kayaknya simpel sih ya kerjaan sopir itu, tapi sebenernya tanggungjawabnya gede banget lo. Selama perjalanan yang bisa dalam ukuran menit atau berjam-jam, kudu fokus, ndak boleh meleng, dan pastinya ndak boleh merem.
Banyak yang bilang kalau sopir ndak boleh diajak bicara, tapi kalau saya jadi sopir, saya malah males kalau ndak ada yang ngajak ngomong saya. Ngeliat jalan itu kadang ngebosenin, makanya biar ndak bosen senengnya kalau ada yang nemenin ngobrol, ya minimal ada mp3 lah ya, jadi berasa ada yang nyanyiin. Soalnya kadang kalo sepi makin tinggi risiko ngantuk dan ndak fokus dalam perjalanan. Kalau misalnya ada yang ngajak ngomong biasanya ada juga yang ngingetin terlalu cepet atau erlalu berbahaya mungkin cara nyopirnya

Mau nyopir mobil, motor bahkan ontel sekalipun itu ndak gampang, jadi jangan cuma bisa ngejudge sopir yang salah kalau misalnya ada kecelakaan, meski memang biasanya karena ketiakhati-hatian sopir.
Saya kesel banget kalo misal pas ada berita kecelakaan selalu diidentikkan dengan sopir yang mengantuk, tapi biar ndak kesel saya suka nganggepnya yang nulis itu pasti ndak bisa nyopir.
Kadang pas perjalanan, khususnya perjalanan jauh, ngantuk itu pasti, tapi ada beberapa sopir yang nahan kantuknya dengan beberapa alasan, mungkin karena dikejar waktu atau juga karena malas berhenti, berhenti untuk istirahat itu enak, tapi ndak ada jaminan kita berhentinya bisa sebentar, sementara biasanya sang sopir ini pasti ada yang nungguin, keluarganya gitu. Alhasil mereka mencoba untuk melawan kantuknya, atau untuk beberapa sopir yang punya temen yang bisa nyopir juga biasanya memilih gantian dan terus jalan timbang kudu berhenti sesaat.
Bukan ngajarin untuk membenarkan boleh nyopir sambil ngantuk sih, tapi apa ya, jangan gampang ngejudge salah gitu lo. Cobalah jadi sopir dulu sebelum nyalah-nyalahin sopir. Tiap pilihan itu ada resikonya lagi, kalau misal nyuruh sopir ngebut, ya risiko terbesarnya kecelakaan itu, kalau misalnya ngebiarin sopirnya lelet, ya yang sabar aja, pasti sampe rumahnya juga lama. Nggak ada sopir yang pengen dia ndak selamet, jadi apapun yang dilakukan sopir itu, pastinya sudah diperhitungkan sama dianya.
Selama naik bis ini ya, emang sih sering sebel kalo sopir bisnya ngebutnya ndak karuan, apalagi pas di jalan tol, tapi pas ketemu sopir bis yang nyantai banget gitu jadi suka sbel sama mbatin, kapan aku sampe rumah kalo dia jalan kecepatan segini?

Nyalahin orang itu emang enak, kerasanya itu nanti pas ngalamin sendiri, ternyata disalahin sama orang lain untuk sesuatu yang dikerjain sebaik-baiknya itu ndak enak.
Enak sih, tapi ndak baik, ya terserah sih mau jadi orang yang hidupnya enak atau jadi orang baik.
Yang paling penting itu dalam tiap perjalanan kudu diawali doa, semoga bisa selamat sampai tujuan nantinya.

Cerita Seorang Sopir Angkot

Semingguan yang lalu, saya naek angkot pas perjalanan dari terminal ke rumah. Selama 7 tahunan ini emang jarang si ngangkot kalo pas ke rumah, seringnya di jemput, tapi pernah juga jalan kaki, secara jarak terminal-rumah cuma 3 km.
*cuma katanya*

Kali ini niat pulang adalah niatan paling mulia sebagai warga negara yang baik khususnya si warga jawa timur yang baik, yaitu pulang untuk milih gubernur jatim.
Selain itu, selama 24 tahun hidup, ndak pernah gitu saya ngerasain yang namanya pemilu, pasti pas jaman pemilu apapun yang liburnya cuma sehari lebih sering ga ikutan, baru kali ini aja nyempetin ikut, secara sekarang banyak waktu luang (baca: pengangguran, red)

Dan ya, saya itu ndak betah nunggu di deket terminal, banyak abang-abang ojek sama bapak-bapak becak yang nggodain, alhasil sambil nunggu angkot lewat, saat itu sambil jalan biar ndak digodain.
Oh iya, kenapa saya milih angkot? karena ibu saya mewanti-wanti saya untuk menghindari abang-abang ojek, alasannya, kalau misalkan nanti kamu kecelakaan sama abang ojek, kamu dikiranya lagi jalan sama suami orang, kan abang ojek itu ndak punya surat keterangan ojek, sementara kalau kamu naek becak dan kecelakaan, meskipun abang becak ndak punya surat keterangan becak, tapi semua orang tahu itu abang becak, jadi kamu ndak bakal dianggep sedang jalan sama suami orang. Wejangan yang sedikit aneh tapi saya rasa ada benarnya si, jadi saya berusaha untuk tidak naek ojek
Sementara becak, saya takut aja kalau nanti ditengah jalan abang becaknya minta gantian, saya yang nyetirin becaknya, abangnya yang duduk di depan gara-gara abang becaknya keberatan bawa penumpang saya. Jadi amannya ngangkot lah ya

Pas itu bapak sopir angkotnya baik, saya dibukain pintu depan, jadi akhirnya saya duduk di sebelah bapaknya, langsung deh kita curhat-curhatan
Bapak: saking pundi Mbak?
Me : malang Pak
Bapak: kuliah teng mriko?
Me: Nggih Pak, wangsul badene nyoblos mbenjing
*bapaknya semacam senyum kecut gitu*
Bapak: duh Mbak, lha sak niki lo sinten mawon ingkang dados gubernur sami mawon, percuma nyoblos, mboten wonten gunane
Me: lha kulo 24 tahun mboten nate nyoblos pak, nggih kagem pengalaman mawon
Bapak: sakniki politik niku wes ta lah mbak, angel, partai sing koyoe resik mawon nggih akhire korupsi, presiden ganti ping pinten mawon nggih keadaan mboten bakalan berubah, sami mawon mbak
Me: nggih leres nggih Pak, sak niki presidene ganti nggih tarife bis mboten bakalan mudun. Karena merasa saya bakal kalah ngomong, selain karena saya ndak ngerti politik, tapi teman debat macam pak sopir angkot ini susah dibantahnya, jadi saya alihkan pembicaraan
Me: Bapak putrane pinten?
Bapak: kalih Mbak, nomer setungga tasik SMA
me: SMA pinten Pak?
Bapak: SMA 1, sak niki niku Mbak, ndidik anak anggel-angel gampang, aku iki Mbak, biyen jaman sekolah nakal, bapakku tak bantah terus, akhire aku nggih ngeten niki, mek dadi supir, makane aku ndidik anakku ben nggak koyok aku, ben bapak ae sing nakal, kamu ga oleh nakal, dadi aku iki nang anakku kereng Mbak
me: *nyengir sambil ngangguk-nganggukBapak: Kulo niku Mbak, lek anakku wes mulai nurun prestasie lansung kulo mboten purun tandatangan, langsung kulo potong sangune, nggih mboten kereng Mbak, tapi disiplin
Me: Nggih Pak, disiplin nggih mboten kereng
Bapak: Lha nggih Mbak, lha anakku niku sakderenge kulo pendetaken laptop rangking 3, terus laptopan rangkinge mudun 2, nggih pun kul mbote purun tandatangan, ben ibuke mawon ingkang tanda tangan.
Me: *masih nyengir sambil ngangguk-ngangguk*
Bapak: Kulo niku PakMbak, menawi jam 6 sampe jam 9, tivi kulo pateni, dados lare-lare niku mboten pareng mersani tivi, sakkarep wes atene lapo ae pokok ojo nonton tivi, niku disiplin Mbak, menawi mboten ngoten wes to, nakal engko anake
*dan tetiba sudah deket gang masuk rumah, lalu akhirnya bayar dan nutup pintu sambil pastinya bilang, matur nuwun Pak*
*oh iya, jadi ini perbincangannya awalnya pake bahasa alus, lalu jadi bahasa campuran, kayaknya baaknya ngerti deh kalau bahasa alus saya lumayan ancur :p*

Jarang ngangkot, sekalinya ngangkot dapat pelajaran banyak, tentang politik, disiplin dan pelajaran terakhir adalah tentang angkot yang lewat jalanan depan gang rumah ini adalah angkot C gitu, soalnya seinget saya si D
Belajar itu bisa dimana saja sama siapa saja. Ndak berarti yang pendidikannya tinggi atau yang kerjanya di atas itu yang bener, kayak misal pas besokannya setelah pemilihan, ada caon yang lebih suka mengungkapkan kecurangan timbang mikirin kenapa banyak golput, ya mungkin para golput berpikiran sama kali ya sama pak sopir angkot, lalu apa pemikiran itu salah? Belum tentu salah juga
Ada banyak kesalahan orang, tapi ndak berarti orang itu salah terus kan?
Ada kebijakan yang menguntungkan satu pihak tapi ternyata merugikan pihak lain, setiap pemimpin pasti ingin memberikan sesuatu yang membahagiakan semua pihak, tapi ya ndak gampang pastinya
Jadi daripada mencaci atau mencari kesalahan orang lain, kenapa ndak mencoba interospeksi dan mencari solusi saja?
 

Sabtu, 07 September 2013

Bohong untuk Kebaikan?

Bohong untuk kebaikan atau yang kadang disebut  white lies itu sebenernya ada ndak ya?
Seinget saya dulu jaman sekolah pernah ada seorang teman menanyakan ini ke guru,dan jawabannya adalah, bener ada, jaman Rasul dulu pernah, kalau ndak salah inti ceritanya waktu itu ada seorang yang hendak dibunuh atau dihukum gitu, lalu dia bersembunyi di rumah temannya, saat temannya ini ditanya sama eksekutornya, dia berbohong kalau dia tidak  bertemu sama calon korban ini, maka yang berbohong ini disebut bohong untuk kebaikan.
Nah masalahnya bohong untuk kebaikan ini dosa ndak ya? kalo dari cerita pak guru itu si boleh ya, tapi saya lupa pak guru itu bilang dosa ndak ya?
*mikir*

Sekarang ini banyak banget yang ngebaca suatu pertanyaan setengah atau bahkan seperempat, yang bisa jadi memahaminya gitu hingga akhirnya salah menafsirkan pernyataan, parahnya pernyataan yang kadang salah ditafsirkan atau lebih parah lagi kalau ternyata pernyataan itu disebarkan sebelum benar-benar dipelajari dengan baik.
Sama kayak kasus bohong ini, ada beberapa orang yang akhirnya dengan entengnya berbohong dan dia beralasankan, gapapa, kan demi kebaikan.
Yang perlu diperhatikan disini, kebaikan siapa? kebaikan yang sedang berbohong atau yang dibohongi?
Senyambung saya si bohong untuk kebaikan itu boleh, tapi untuk kebaikan dua pihak, bukan salah satunya.
Untuk itu, sebaiknya, sebelum dengan santainya berbohong karena merasa bohong untuk kebaikan itu boleh, coba pikirkan dengan seksama, kebaikan itu mengacu kebaikan ke siapanya
Hati-hati, kebanyakan mikir itu bisa jadi ndak jalan-jalan, tapi jalan tanpa mikir itu bisa jadi nyasar