WARNING: Ini cerita
agak panjang, jadi kalo males mending jangan baca!=D
Season 1 ini,
isinya lebh banyak konfliknya daripada seru dan bahagianya, makanya saya banyak
lupa, karena memang males mengingat konflik-konflik itu
Dalam mata kuliah
ini, terutama season 1, kita diberi tugas untuk
1)
Membuat kuesioner yang nantinya
hasilnya bisa digunakan untuk menyimpulkan keadaan kesehatan balita, khusunya
usia 6-36 bulan di desa ini
2)
Mengisi kuesioner itu, dengan cara
wawancaralah pastinya, kebetulan sampel yang dibutuhkan 111 balita
3)
Mencari data sebanyak-banyaknya
tentang desa ini, letak geografis, batas desa, demografi dan lainnya
4)
Mencari kebiasaan dan keadaan
desa, kalo ini tugas tambahan dari papi (panggilan sayang kita pada dosen pembimbing)
5)
Membuat kuesioner tentang
pengetahuan sikap dan perilaku kader dan mengisinya lah tentunya
6)
Palpasi gondok ke anak SD,
pemeriksaan apakah anak SD ini mengalami gondok
7)
Menyimpulkan hasil kuesioner itu
dan menyajikannya
8)
Merencanakan program gizi berdasarkan
data yang ada
Di saat yang sama,
kita harus menyelesaikan proposal dan tugas akhir kita, kebetulannya dari 7
orang ini tidak ada yang tergabung dalam satu kelompok penelitian tugas akhir,
jadi kita punya kesibukan sendiri di luar tugas kelompok ini.
Daaaaan, dosen
pembimbing kita, sebut saja papi, adalah orang yang sangat lapangan sekali,
buaya lapangan yang tidak bisa dikadalin, saya masih ingat ketika kita berusaha
menutupi suatu data dan beliau bilang, kalian
mau ngadalin buaya?
Kitanya malah ngakak
dikatain seperti itu!=D
*mahasiswa konyol*
Oia lupa, jadi
sebelumnya, anggota kucur mania itu bukan yang terpampang dalam tulisan kucur
kita kala itu #pretes, tapi dua orang ini adalah ganti dari dua orang
sebelumnya. Pergantian ini, tahu sih bikin berapa banyak orang kesel, saya ndak
mau ngurus dan inget-inget lagi ah, nanti esmosi, haha.
Alhasil kelompok
kucur mania akhirnya terdiri dari 7 orang ini, dengan 3 motor pasti yang bisa
dipake dan 1 motor galau, galau karena belum tentu bisa dipake.
Dari sini
sebenernya udah keliatan ada masalah si, 7 orang Cuma dengan 3 motor, pasti
akan ada 1 orang terlantar, haha. Semoga dia masih dipelihara negara seperti
kata salah satu pasal dalam UUD 1945
#eh?
Kucur sendiri ada 7
dusun, dengan satu dusun letaknya menjauh dari 6 dusun lainnya. Dan 2 dusun
dengan mitos menyeramkan, katanya dua dusun ini banyak anjingnya, dan saat ada
orang asing biasanya anjing akan mengejar mereka, seremkan?:p
Simpelnya si satu
orang ”megang” satu dusun, tapi ini adalah idealis, karena intinya nggak
mungkin satu orang hanya mencari data di satu dusun itu, kenapa? Karena selain
satu dusun terlalu besar untuk satu orang, ndak mungkin juga satu orang itu
hanya dikenal di satu dusun tapi ndak dikenal di dusun lain. Alhasil kita
”bekerjasama”.
Sasaran kita kali
itu adalah balita usia 6-36 bulan sejumlah 111 orang.
111:7=15,86
Idealnya, satu
orang harus mencari data 16 balita usia 6-36 bulan, pengennya si ideal, tapi
karena satu dan lain hal, semua jadi geje, dan jangan bilang nggak ada konflik,
konflik semua lah. Secara ada yang cuma bisa dapet 10 data, yang berarti ada
juga yang terpaksa dapet 26 data. Njomplang banget kan?
Konflik inilah yang
paling sering muncul, kenapa, saat ada anggota yang bekerja sangat keras, saat
itu pula ada yang mungkin lagi kencan sama kasurnya (negatif ting-ting, jangan
ditiru, red).
Yah itu pikiran
terburuk saya saat saya yang kebagian jatah data dari anggota yang lain.
Yang saya pikirkan
adalah data cepat terkumpul jadi bisa cepat dianalisa, jadi saat itu meski
dengan sedikit banyak nggak ikhlas saya tetep aja nyari data.
*jangan tiru adegan
ini*
Yah, point satu dan
dua tugas pada mata kuliah ini saja konfliknya udah beragam, apalagi yang
lainnya!=D
Untuk tugas point
ketiga, nggak terlalu banyak konflik si, lebih mudah, mentok si Cuma capek
karena semua dokumentasi desa ini dalam bentuk papan di kantor desa, jadinya
kita harus mencatatnya sebelum mengetiknya.
Tugas point keempat
setipe dengan tugas point ketiga, kita hanya mengorek dari bidan dan
kader-kader tentang permasalahan disini, susahnya hanya ketika bu bidan tidak
bisa ditemui atau bu kader lagi sibuk, selanjutnya untuk perilaku masyarakat,
bisa dilihat seiring dengan seringnya kita mencari data
Tugas point kelima
ini, konfliknya mungkin hampir sama dengan tugas point satu dan dua. Tapi tugas
ini dikerjakan setelah tugas poin satu dan dua selesai, jadi konflik masih bisa
diminimalisasi.
Nah, tugas point
enam ini konfliknya malah besar sekali, haha
Waktu itu, kalo
ndak salah ingat, kita berkonflik Cuma gara-gara konsumsi, simpel ya, tapi
efeknya besar lo
Keputusan kelompok
adalah untuk memberikan konsumsi kepada anak-anak SD yang akan di palpasi,
waktu pengambilan keputusan, saya tidak ada, jadi saya Cuma menerima keputusan.
Diputuskan kalau konsumsinya berupa puding, dan saya, sebenernya nggak setuju
sekali dengan ini, dan ternyata benar kalo banyak konflik disini
Kata yang punya
ide, puding itu bikinnya mudah, murah, dan menarik.
Kenyataannya
Untuk tempat dan
sendok puding ini ternyata ”mahal” dan susah nyarinya
Untuk bikin puding
ga semudah yang dibayangin, mudah sih kalo Cuma nyampur gula, bahan puding
instan dan air, susahnya adalah ketika membagikannya ke tempat puding, belum
lagi nyimpennya.
Dan saat hari H, sejak
pagi konflik sudah mulai
Dimulai dari
teman-teman saya yang tidak segera berangkat, dan saya mulai esmosi, karena
memang saya orang yang suka on time, dan saat itu saya langsung mengajak
seorang untuk pergi duluan. Di tengah perjalanan, saya baru ingat ada anak
terlantar, kenapa terlantar karena setelah dihitung, dia nggak ada tumpangan ke
kucur. Saya berenti sejenak dan menelpon anak terlantar itu lalu memastikan
kalau dia bisa berangkat dengan tenang.
Ternyata dia nebeng
anggota lain dan si empunya ide bikin puding yang juga punya motor galau datang
pake motornya bareng calon suaminya, eh suaminya deng
Palpasi selesai,
evaluasi dimulai
Saya mulai protes
dengan ide puding ini dan si empunya ide juga semakin protes, kenapa, karena
tidak ada yang membantunya membawa 200an cup puding, dan kita malah ninggalin
dia untuk berangkat de Kucur duluan.
Sebenernya saya
malah ngakak, bahkan ngapok-ngapokin, siapa suruh bikin ide macem-macem,
makanya kalo ngide itu yang panjang mikirnya
#uuppsss
Tapi baiknya
kelompok ini adalah ketika kita selesai evaluasi dan saling protes plus
marah-marah, kita bisa janjian untuk memperbaiki kesalahan dan mmemaafkan satu
sama lain!=)
#hug
Point selanjutnya
adalah analisa data, saya pikir konflik selesai, tapi ternyata belum, buat
analisa data saja nggak bisa dibagi adil, masih ada kejomplangan disana sini,
ada yang ngerjakan dan ada yang nggak selesai-selesai yang akhirnya semua orang
membantu tugasnya
Inti konflik season
ini adalah ”ketidakadilan”, jangan tanya berapa kali orang berantem, berapa
kali orang ngambek, berapa kali orang marah, karena jawabnya berkali-kali.
Tapi dari sekian
banyak konflik, intinya si Cuma dua, idealis dan egoisme, terutama saya.
Iyalah, terkadang
yang paling bisa dipercaya adalah diri sendiri, makanya tiap orang pasti punya
sisi egois sendiri-sendiri. Dan tiap orang pasti punya pendapat sendiri, yang
pastinya menurut dia pendapat itu paling benar karena pastinya dia telah
memikirkan matang-matang tentang pendapatnya itu.
Termasuk saya. Iya,
saya ngaku dosa, dulu saya orangnya keras sekali, sensitif, gampang marah, dan
semuanya. Mungkin lingkungan yang membuat saya seperti itu.
*nyalahin
lingkungan*
Waktu itu, saya
merasa kalau kelompok ini masih berpikir pendek, masih hanya mikir satu
kegiatan selesai. Dan saya, merasa kalau ini bukan jangka pendek dan tentang
satu hal, karena ini berkelanjutan. Saya mencoba mengajak, atau mungkin
terkesan memaksa teman-teman untuk memikirkan bahwa ini akan berkelanjutan,
tapi mereka lebih memilih untuk menyelesaikan satu
baru memikirkan yang lain.
baru memikirkan yang lain.
Terbukti kan dengan
insiden puding palpasi?
:p
Belum lagi saat
ternyata kebiasaan kerja teman-teman saya berbeda dengan saya, saya yang ingin
segera selesai dan menyelesaikannya.
Dan saat ketua
kelompok ini, yang sekarang menjadi sahabat terbaik saya, ternyata kurang bisa
tegas saat itu, yang terkesan terlalu nyantai saat itu, semakin membuat saya
semakin egoisme.
Dulu, kita tidak
sadar kalau misalnya dijabarkan, tugas utama kita adalah 8 point diatas, kita
hanya menyadari kalau tugas kita mencari data, data apa saja itu akan kita
pikirkan seiring berjalannya waktu. Makanya saya merasa kalau ketua kita, sebut
saja papa, tidak tegas dan nggak tahu langkah apa yang diambil. Dan saya dengan
pedenya merasa bisa lebih tegas dan tahu kemana dan apa saja yang harus dilakukan.
Wiii, saya jadi
merasa bersalah
Pasti pas itu
teman-teman saya tersiksa dengan keadaan ini, keadaan dimana saya memaksakan
mereka seperti yang saya inginkan sementara mereka belum tentu mau tapi
terpaksa mau.
Bahkan saya pernah
perang dingin sampe ndak mau ngomong sama papa, hanya karena merasa papa ndak
bisa tegas, saat itu kelompok ini terkesan pecah
Ada yang ngikuti
saya, adapula yang ngikuti papa
Tapi saya tahu
sebenernya mereka lebih memilih papa, tapi karena muka saya serem, beberapa
dari mereka ada yang mengalah untuk mengikuti saya
Maaf ya
Untungnya dan
semoga kita benar-benar saling memaafkan setelah semua selesai.
Disini saya belajar
Jikalau idealis dan
egoisme ndak selalu harus dipertahankan
Tentang idealis,
Masing-masing
individu pasti punya ideal sendiri, tapi ideal itu ndak bisa dipaksakan
terjadi, kenapa, karena ada beberapa hal yang membuatnya harus bergeser
Sebenernya ndak mau
nyalahin situasi atau kondisi, tapi memang kenyataannya situasi dan kondisi
lingkungan memang sangat mempengaruhi idealisme ini.
Siapa si yang nggak
idelis? Nggak ada, pasti semua ingin yang terjadi sesuai dengan ideal menurut
diri kita sendiri
Tapi saat situasi
dan kondisi tidak memungkinkan, apa iya kita akan bisa tetap idealis?
Seperti tadi,
idealnya satu anggota kelompok harus dapat 16 data, tapi kalo situasi dan
kondisi ”memaksa” salah satu anggota hanya bisa mendapatkan 10 data, apa iya
anggota lain nggak akan membantunya?
Bukan tentang
ukuran ikhlas nggak ikhlas, tapi tentang kerja tim.
Karena saat berkeja
dalam bentuk tim, yang dilihat bukanlah apa yang sudah kamu lakukan, melainkan
apa yang sudah tim kalian lakukan?
Disinilah kita
belajar ikhlas dan saling membantu, karena kita adalah tim!
Idealisme mungkin
bisa kita terapkan untuk diri sendiri, tapi saat kita bekerja dalam tim, kita
harus mampu menggeser idealisme kita jikalau memang idealisme itu ”bertabrakan”
Karena tim bukan
hanya tentang kita.
Dan buat semua
orang yang bekerja secara TIM, tolong jangan terlalu idealis, karena dalam TIM
bukan hanya berisi tentang idealmu
Tentang egoisme,
Memang, orang yang paling bisa kita percaya adalah diri
kita sendiri, makanya tak jarang kita egois. Seperti saat saya memaksa
teman-teman untuk mengikuti dan mengiyakan pemikiran saya tanpa saya tanya
tentang pendapat dan pemikiran mereka. Hanya gara-gara saya yang merasa mereka
kurang cepat tanggap dan berpikir pendek dan karena merasa pernah salah ambil
keputusan ketika tidak melibatkan saya, saya merasa paling benar diantara
mereka.
Mungkin menurut
mereka saya ada benarnya, tapi saya sadar, kalo saya hanya bisa menjadi sosok
yang tegas diantara mereka, bukan sosok yang paling benar.
Saya sadar kalo
egois saya membuat semua orang menjadi bertopeng saat ada di depan saya
Saya sadar kalo
egois saya hanya menyakiti semua orang meski mungkin membahagiakan saya
Saya sadar kalo
point kerja tim bukan hanya tentang keberhasilan tugas tim, tapi tentang
kebahagiaan tiap anggota tim.
Buat apa saya
bahagia dan tertawa jikalau anggota lain tersiksa dan terpaksa karena saya
Saya menyadari
kalau egois itu juga bisa berubah, dan merekalah yang telah menyadarkan saya
Semoga mereka juga
masih memaafkan saya
Dan buat orang yang
egois, coba pikir ulang, orang-orang yang tertawa disekitarmu, yang tampak
mendukungmu, apa benar mereka melakukannya tidak dengan terpaksa?
Kamu mungkin bisa
tersenyum ketika semua yang kamu inginkan tercapai, tapi kalau kamu masih punya
hati, kamu pasti akan sedih ketika kamu tahu dibalik senyummu banyak yang
terluka dan tertekan. Kalo kamu masih punya hati sih, karena biasanya orang
egois uda ketutup pintu hatinya
#uppsss
Bersama mereka saya
belajar memperbaiki diri
Semoganya bukan
saya saja yang belajar, tapi semua, saya belajar dari mereka dan mereka belajar
dari saya.
Maafkan saya untuk semuanya
*saya udah nerima
karmanya lo sekarang*
Dan terimakasih
untuk pelajaran berharganya
#bighugforallkucurmania
Tidak ada komentar:
Posting Komentar