Minggu, 10 Agustus 2014

Ditampar atau Dielus pake Amplas?

Ditampar itu sakit, sakitnya jelas lah kerasa
Tapi jauh lebih menyakitkan dielus-elus tapi juga kerasa sakit
Ngelusnya pake amplas mungkin
Ilustrasi saja kali ya,
Misalnya saya masak,
Ditampar adalah ketika yang makan masakan saya bilang langsung masakan saya NGGAK ENAK di depan saya
Sedangkan dielus-elus adlah ketika DIDEPAN saya dibilang masakan saya ENAK tapi DI BELAKANG saya dia bilang kalau NGGAK ENAK PAKE BANGET
Itu tu sakitnya disini
*nunjuk hati

Kadang saat ragu akan sesuatu, kita butuh seorang, dua orang atau malah banyak orang untuk menguatkan sesuatu yang dirasa lemah.
Idealnya, pengennya dikuatkan dengan dielus-elus, tapi kalau elusannya itu pura-pura, ya buat apa?
Buat apa diajak terbang kalau ujungnya dilempar dari ketinggian?
Buat apa disetrika kalau ujung-ujungnya mau diucek-ucek?

Ah, terkadang kenyataan terlalu menyakitkan saat harapan kita tak bisa sesuai dengan kenyataan itu
Terus salah siapa?
Salah kenyataan?
Salah situasi
Salah kondisi?
Salah temen-temen gue?
#eh?

Bukan lah
Salah kita berharap
Bukan berarti ndak boleh berharap, tapi harapannya yang kudu dilihat lagi
Jangan terlalu tinggi, jangan terlalu rendah
Yang sedang-sedang saja lah
Sesuai kemampuan DIRI SENDIRI
Siapa yang bisa menilai kemampuan diri sendiri?
Ya kita sendiri lah

Ditampar itu sakit, tapi kalau ujung-ujungnya sama-sama sakit, kenapa harus milih dielus-elus dulu?
Justru yang berani nampar malah terkadang merupakan orang yang sayang banget sama kita, karena secara tidak langsung dia memberitahu letak kesalahan dan memberi kesempatan untuk memperbaiki.
Kalau logika masih jalan sih
Kalau perasaan ndak kegedhean sih




Tidak ada komentar: