Hari ini, entah ada angin apa, perasaanku sih gag ada angin, bahkan malang tak terasa dingin seperti biasanya, tapi tiba-tiba ada sebuah email yang membuatku lega dan bahagia.
*terus apa hubungannya sama angin ya? Yasudah, karena sudah terlanjur ditulis, bisa dilupakan sajalah masalah angin itu.
Email itu dateng dari seorang yang dulu pernah jadi orang terdekat, sekarang juga masih dekat, meski ga sedekat dulu.
Dia, dengan hembusan angin-anginanya, mengirimkan email yang menceritakan apa yang dirasakannya, dulu hingga saat ini.
Sejak saat itu, memang ada yang berubah darinya, selain semakin menjauh tentunya. Ada sesuatu yang membuatku merasa ada batas antara kita. Batas yang membuat kita seolah semakin tak mengerti satu sama lain. Dan karena email itu, batas itu kini seolah jadi tiada.
Yah, disini sebenarnya saya ingin menekankan tentang keterbukaan, karena dengan terbuka, kita jadi tahu apa yang kita rasa. Eits, terbuka disini maksudnya adalah terbuka dalam hal perasaan, sesuatu yang kita rasakan.
Memang, terkadang kita sulit untuk terbuka kepada orang, apalagi langsung via lisan, tapi selama kita yakin dan mau mencoba, pasti akan terasa mudah. Kalau mungkin masih belum mampu via lisan, lewat tulisan juga tidak apa-apa kok. Kan yang penting niatnya, dan kelegaan setelah mengutarakannya.
Saya masih memegang pemikiran kalau tidak semua orang memiliki bakat peramal, begitu juga saya. Meski dengan merasakan perubahan sikap dan sifat seseorang kita mampu memikirkan tentang maksud hati dari orang itu, namun, tak selamanya pemikiran itu benar adanya. Untuk itu, keterbukaan adalah kuncinya. Menurut saya, Saya tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi atau apa yang kamu rasakan bila kamu tidak mengatakannya. Jadi, tetap, sampai kapanpun, saya sangat amat menghormati keterbukaan.
Seorang yang mampu terbuka, pasti akan merasakan kelegaan. Lega karena dia mampu mengutarakan apa yang dia rasakan sehingga dia juga tak perlu takut apabila suatu saat ada salahpaham yang mungkin tercipta. Kalo ga percaya, coba deh!:)
Orang bisa dengan gampangnya menilai orang lain, tak jarang penilaiannya itu negatif, meski juga banyak yang menilai positif. Tapi saya akui, menilai positif sesorang itu sulit. Bukan mengajari untuk suudzon, tapi tanpa disadari kadang kita bisa dengan mudahnya memikirkan kurang baik ttg orang, misalnya, ketika ada seseorang yang lebih suka berjalan daripada naek motor, kita mungkin berfikir kok ada gitu, jaman serba modern gini masih doyan jalan kaki, motor banyak, buang-buang waktu, cari capek aja. Itu bukan negatif sih, tapikan bukan positif juga. Padahal kita tahu, dengan jalan kaki, selain juga untuk olahraga, juga bisa untuk mengurangi pemanasan global, ya meski mungkin nanti capek sih, cuma kalau sudah terbiasa juga capeknya ndak kerasa kok!:)
Jadi, tak semua pemikiran kita itu benar adanya. Untuk itu, perlu adanya keterbukaan.
Selain membuat lega, terbuka juga bisa meluruskan pemikiran-pemikiran orang yang mungkin tidak benar adanya. Seperti pejalan kaki tadi. Kalo pemikiran kita dia hanya membuang waktu dan cari capek, jika ada keterbukaan dari pejalan kaki itu, kita akhirnya tahu apa sebenarnya alasan dia berjalan kaki. Entah sesuai dengan pemikiran kita atau mungkin sebaliknya. Jadi, saran saya, serumit apapun yang kita rasakan lebih baik terbukalah, tapi tetap ingat, segala sesuatu yang terlalu itu tak baik adanya, terbukalah tapi juga jangan terlalu terbuka, karena kadang terselip aib yang tidak perlu diketahui orang lain!:)
Toh kebebasan mengeluarkan pendapat juga diatur oleh undang-undang. So, jangan takut dan khawatir untuk terbuka ya!:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar