Jumat, 23 September 2011

Merasa yang Pernah Kurasa

Bahagia di saat teman berduka memang tidak baik adanya. Tapi entahlah, sekarang saya sedang merasakan dan sedikit menikmatinya. Melihat seorang yang berduka, mungkin yang terbesit dalam pikiran adalah menghiburnya, namun, jika yang sedang terluka itu adalah orang yang pernah melukai kita, apakah akan tetap kita menghiburnya?

Mungkin untuk seorang yang sangat baik hatinya, jawabnya adalah iya! Tapi saya mungkin tidak termasuk dalam golongan orang yang sangat baik itu, meskipun saya meninginkannya.

Beberapa waktu yang lalu, saya terluka, bahkan tidak cepat saya bisa merecovery luka itu. Beberapa cara sudah saya coba untuk bisa menyegerakan proses recovery ini, tapi ternyata tidak mudah, dan sekarang, jika mau dirasakan, luka itu masih terasa sakitnya, tapi saya coba untuk mengacuhkannya.

Saat itu, ada sesuatu yang datang pada saya, membuat saya merasa tenang dan nyaman, menambah semangat dan senyum di hari saya, dan keindahan dalam hidup saya tentunya. Namun sesuatu itu tak berlangsung lama, dengan alasan yang masih saya cari sampai sekarang, sesuatu itu menjadi tiada.
Sakit? Tak usah diragukan lagi
Kehilangan? Pasti
Tetap sabar dan tersenyum? Sulit, tapi akan tetap saya usahakan.
Sesuatu yang mungkin lebih tepatnya seseorang yang menyakiti itu meninggalkan luka yang masih terasa perihnya sampai saat ini. Sebenarnya, jika diperbolehkan, ingin saya mendoakannya untuk merasakan apa yang saya rasakan, merasakan sakit ini, merasakan bahwa yang dia lakukan hanyalah menyakiti orang lain, tapi saya tak kuasa untuk itu. Teringat kalimat teman saya, jika memang kamu merasa disakiti atau dianiaya, lebih baik kamu berdoa saja, doa orang teraniaya lebih cepat terkabul, jadi berdoa saja untuk kebaikanmu, dan jika boleh, doakan aku juga ya!. Kalimat sederhana yan mampu menghilankan rasa dendam yang ada dalam hatiku tadi. Baiklah, Allah tahu mana yang terbaik untuk hambaNya, termasuk untukku. Dan jika memang yang terbaik adalah dengan sakit ini, biarlah saya merasakan sakit ini. Saya hanya berharap semoga seseorang itu menyadari bahwa yang dia lakukan adalah tidak baik adanya dan semoga tidak ada ”saya” lagi setelah saya.
Sepertinya, harapan saya terjadi. Jika saya tidak salah informasi, seseorang itu kini telah merasakan apa yang saya rasakan. Luka yang sama, mengenai tempat yang sama pula. Dan sekarang, saya menjadi dilema, apakah harus bahagia atau membantunya untuk menghilangkan dukanya.

Jujur, saya merasa bahagia, tapi saya sadar rasa ini harusnya tak ada. Bahagia karena merasa kalau dia sudah merasakan apa yang pernah saya rasakan karenanya, dan mungkin dia akan tidak melakukan kesalahan itu lagi, karena dia telah merasakan bagaimana rasa sakit karena kesalahan itu. Bahagia karena Allah mendengarkan harapan saya. Tapi, entah karena apa, saya merasa, saya tidak pantas untuk bahagia. Allah memilihkan jalan ini untuk saya, jalan dimana mungkin saya harus merasakan disakiti oleh orang lain, dan sekarang orang itu merasakan apa yang saya rasakan, apa pantas saya bahagia untuk itu? Padahal saya tahu perihnya sakit itu. Saya yakin Allah juga punya rencana indah untuk orang itu. Tapi, apa harus saya juga ikut menhiburnya?
Dari lubuk hati terdalam saya ingin melakukannya, tapi lagi, saya trauma, saya takut ketika saya menghiburnya, justru dia menghindari saya, pastinya saya akan kecewa.
Hibur, enggak, hibur, enggak hibur, enggak, hibur?????

Teringat petuah dari seorang dosen, jika kamu disakiti oleh orang, maka maklumilah orang itu, maafkan lalu doakan untuk kebaikannya.

Dan jika mengingat dan mempercayai hukum sebab-akibat, ada gula ada semut, ada asap ada api, maka ada sakit jika pernah menyakiti.
Hah? Kalimat apa itu? Saya tahu itu aneh, tapi intinya saya hanya ingin meyakinkan hati saya sendiri, jika memang dia sakit pasti karena memang dia pantas disakiti atau memang pernah menyakiti. Biarlah dia merasakan sakit sekarang, dan jika memang aku ingin mengiburnya, biar lewat doa saja, doa agar kita bisa segera melupakan sakitnya dan agar kita bisa selalu memperbaiki lagi hidupnya. Kita, iya, saya dan dia, karena memang saya juga pernah mengalaminya.

Karena itu barangsiapa yang mengerjakan kebaikan meski seberat debu, dia pasti akan melihatnya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan meski seberat atom pun, dia pasti akan melihat (balasan) nya pula” (Q.S.99: 7 & 8). 

Tidak ada komentar: