Rabu, 09 Desember 2015

Memaafkan dan Mempercayai

sumber : google


Memaafkan dan mempercayai itu beda, bedaaa jauh.
Saat kita disakiti oleh seseorang, pasti unsur kehilangan kepercayaan pada orang itu. 
Sakit hati saat disakiti itu pasti, tapi lebih pasti lagi kita akan kehilangan kepercayaan terhadap orang itu, bisa cuma hilang 0,1 persen, bisa juga sampai 100 persen.
Dulu ada yang bilang ke saya, memberi kesempatan kedua untuk seseorang yang pernah menyakiti kita itu sama halnya dengan memberikan kesempatan dia untuk menusuk jantung kita setelah sebelumnya meleset!
Saat dia bilang seperti itu tentu saja reaksi saya adalah berontak. Saya dan dia memang sering tidak setuju untuk tiap pendapat kita masing-masing, namun karena kita saling menyanyangi, saya yakin, ketidaksetujuan itu bukan mutlak, karena kita tidak setuju mungkin hanya saat itu, sesaat setelahnya kita akan saling mencoba memahami pendapat masing-masing kami. Seperti halnya saat ini, saya setuju kalau memang (kadang), memberi kesempatan kedua ke orang adalah memebri kesempatan dia untuk lebih menyakiti kita lagi

Keadaan yang benar adalah saat kita disakiti, kita langsung memaafkan, mendoakan orang yang menyakiti kita dan tetap berhubungan dengan dia seperti saat dia belum menyakiti kita alias kita harus melupakan sakitnya, mengingat pelajarannya dan seolah tidak terjadi apa-apa.
Itu keadaan yang benar.
Tapiiiiii
Bukannya kebanyakan orang yang disakiti justru akan menjadi dendam? Entah itu dendam yang baik atau yang buruk
Bukannya kebanyakan orang yang disakiti akan menyumpahi dan (kalaupun) mendoakan keburukan untuk yang menyakitinya?
Bukannya kebanyakan orang yang disakiti tidak akan memaafkan orang yang menyakitinya?
Bukannya kebanyakan orang yang disakiti tak akan melupakan dan memberi kesempatan orang itu untuk dekat lagi dengannya?

Balik lagi ke topik
Memaafkan orang yang telah menyakiti kita saja kadang terasa berat. Tapi saya yakin, masih banyak orang yang mampu memaafkan orang-orang yang menyakitinya.
Katanya, manusia itu tempatnya salah dan lupa, jadi wajarkan seorang manusia khilaf? dan diantara kekhilafan manusia itu pasti dia pernah menyakiti sesamanya.
Kita juga tidak mungkin kan tidak pernah melakukan salah kepada sesama?
Kalau balik ke situ, maka (menurut saya) pasti akan mudah untuk saling memaafkan.
Kalaupun misalnya tidak bisa langsung memaafkan, ya tunggulah, setiap setahun sekali pasti ada saat untuk saling memaafkan kok.
#eh?

Mempercayai-nya lagi
Ini bagian tersulit bagi saya, apalagi saat saya yang disakiti
Setelah mampu melewati fase memaafkan seseorang, fase yang ini terkadang jauh terasa berat. Kehilangan kepercayaan pada seseorang yang telah menyakiti biasanya tergantung dari sedalam mana sakit yang terjadi.
Seperti contohnya saat dibohongi seseorang, belum tentu besok saat dia menyampaikan informasi lagi kita percaya seperti saat pertama kali dia memberi informasi dan ternyata BOHONG!
#uups, kepencet Caps locknya

Tapi apakah kita akan terus tidak percaya sama orang hanya karena dia pernah membohongi kita sekali?
Mungkin waktu yang akan menjawab.
Tapi pastinya, sekali kepercayaan hilang, maka akan sulit untuk membuat kepercayaan itu muncul lagi
Sulit sih
Bukan tidak bisa
Cuma butuh lebih banyak pengorbanan

Dan buat yang ngeyel mintamaaf untuk sesuatu yang dia saja tidak paham poin salahnya, oh please
Terkadang orang tidak hanya butuh memaafkan, tapi butuh mempercayai sekali lagi.
Jadi jangan berfikir saat seorang menjauhimu karena kamu menyakitinya itu berarti dia tidak memaafkanmu, tapi dia sedang berusaha mempercayaimu.
Itupun kalau dia masih mau percaya



Tidak ada komentar: