Minggu, 14 Juni 2015

Unfortunately

Jadi ceritanya, setelah semingguan badan agak disiksa, niatnya awal weekend (baca: jumat malam) ini pengen istirahatin badan, pengen tidur lebih awal.

Sudah pakai baju tidur, ada teman yang ngajakin nonton bareng salah satu acara tv swasta di salah satu mall di bekasi.



Pengennya sih langsung bilang ndak mau, tapi ndak enak, alhasil cari alasan. 
Alasan pertama, motor udah dimasukin, jadi kalau mau ngajakin kudu jemput. Alasan ini langsung terbuyarkan dengan kalimat, "OK, kamu dijemput, tapi bonceng aku ya"
Alasan pertama terbuyarkan, jadi ndak sempet bikin alasan kedua dan seterusnya, hmmmm

Rombongan nonton bareng hanya ada 3 orang, saat saya dijemput, kami masih harus menjemput seorang lagi.
Penjemput datang dengan motor matic-nya dan menyuruh saya nyetir. Oke baiklah, konsekuensi nggak bawa motor sendiri adalah bawain motor orang, lagian matic ini, lebih gampang dibanding motor manual, menurut saya.

"Tapi ati-ati ya, ini remnya nggak begitu pakem", pesen si empunya motor

Saat perjalanan ke rumah seorang rombongan, aman semuanya, saya bisa mengendalikan matic ini, meski memang remnya agak ndak begitu pakem.

Sampai di rumah seorang rombongan ini, dianya belum siap, alhasil saya mampir ke kontraan sebelah yang juga merupakan teman sekantor. Iseng-iseng ngobrol, si dedek (panggilan kesayangan untuk teman sekantor ini, red) bilang, "Mbak, perasaanku ndak enak sama perjalanan kalian!"
Berhubung si dedek ini emang orangnya sukabercanda, kita mengacuhkan lah ya, menganggapnya itu ekspresi pengen ikut tapi ndak bisa. Si dedek memang berencana pulang ke tangerang, jadi tidak bisa ikut

Kekurangberuntungan pertama,
Keluar dari rumah seorang rombongan ini, memang seperti sebuah tanjakan, saat menanjak, aman, lalu saat harus berenti di ujung tanjakan, saya (merasa) sudah memencet kedua rem tangan tapi si matic malah mundur, bahkan kaki saya sampai semcam nendang-nendang bagian bawah, tapi matic makin mundur, daaaaaaan
jatoh deh, saya "kebrekan" si matic ini
Di kepala saya, saya hanya mikirin teman yang saya bonceng dan si matic ini, saya jatoh gak papa lah ya, pikir saya.
Pas masih pose saya di bawah dan "dibreki" matic, teman saya tampa sehat dan bilang, "Mbak, kamu nggak papa?"
Kalimat yang muncul pertama adalah, "Motor kamu nggak papa Mbak?", ya karena saya sudah yakin teman yang saya bonceng tidak apa-apa, maka yang saya khawatirkan selanjutnya adalah si matic
"Kamu ini jatuh kok ya yang ditanyain motornya to Mbak, motornya nggak papa kok, yaudah sini aku aja yang nyetir" Katanya sambil ngangkat si matic dan melanjutkan perjalanan seperti tidak terjadi apa-apa

Kekurangberuntungan kedua,
Belum juga lima menit, saat kita melewati jembatan dan ada macet di jembatan, yang mboncengin saya ini, memang harusnya pakai kacamata silinder, tapi dia tidak suka pakai kacamata kalau jalan, alhasil motor yang udah berenti dikiranya jalan, daaaaaan
Tinggal satu centi dong jarak matic ini sama motor di depannya, dan saya, maju 10 centi ke depan gara-gara efek ngerem ndadaknya

Memang, harusnya bobo' cantik di rumah saja

Kirainnya, kekurangberuntungan berakhir, ternyata masih belum,
Kekurangberuntungan ketiga, 
Saat sedang asyik nonton, biasalah ya mau ngajakin selfie, pas baru mencet tombol ganti kamera (dari kamera belakang menjadi kamera depan, red) muncullah pemandangan ini,
Hampir saja si HP jatuh kebanting saking kagetnya
Hmmmm

Memang ya, weekend memang paling enak bobo' cantik di rumah.

Tapi ya, bagaimanapun, saya suka kekurangberuntungan ini, bukannya bikin manyun malah bikin ngakak, ada gitu orang jatuh malah ketawa sendiri. Ada kok, saya! :p

Satu lagi, ternyata, pendapat saya kalau MATIC ITU LEBIH GAMPANG DIBANDING MANUAL itu salah adanya, nyatanya seumur-umur saya nyetir motor, sekalinya jatoh pake motor matic.
 

Tidak ada komentar: