Kamis, 11 Juni 2015

The Day

Tujuh hari terakhir ini, di salah satu medsos saya, saya menuliskan status yang menghitung hari
H-7
H-6
H-5
H-4
H-3
H-2
dan berhenti di situ

Beberapa teman menanyakan, lagi ngitungin apa?
dan saya tersenyum sambil menjelaskan ke beberapa orang

Tanggapan mereka?
"hah? kok aneh?"

Tenang, sejak dulu kok saya aneh
#eh?

Hari ini, the day
Hari apa ya nyebutnya?
Kalau harinya si hari kamis
Tanggalnya 11 Juni
Hari saya akan lebih sering tersenyum mungkin

 *tapi saya sudah tidak sedih ya, red

Tujuh hari yang lalu, jam segini juga sepertinya, saya mendapatkan kenyataan yang tak sesuai harapan atau keinginan saya.
Pastinya saya langsung masuk ke fase, yang saya sih menyebutnya fase denial alias penolakan.
Sejujur-jujurnya saya paling ndak suka di fase ini, karena saya suka susah keluar dari fase ini. Bukan hanya dalam fase tidak mau menerima kenyataan saja, karena kadang, saat dalam fase denial, saya juga akan masuk fase traumatis, yang bikin saya cuma bisa berdiri, bukan berlari.

Tapi fase denial kali ini, terasa beda
Seorang yang (sepertinya) menyayangi saya, di tengah "pilek" saya yang tidak jelas saat itu, mampu membuat saya bener-bener ingin segera keluar dari fase denial ini.
Segera lho ya

Biasanya dalam fase denial, saya sebenarnya sudah tahu jawaban yang saya cari, yaitu ini bukan yang terbaik, namun, saya baru benar-benar bisa keluar dari fase denial ini adalah ketika saya menemukan penjelasan yang bisa masuk ke logika dan perasaan saya tentang kenapa ini bukan yang terbaik.

Sebenarnya, selain ada seorang yang (sepertinya) menyayangi saya, saya juga masih inget ketika fase denial terakhir saya, sehingga saya bisa keluar dari fase denial ini agak cepat.

Seorang yang (sepertinya) menyayangi saya waktu itu, memberikan saya waktu satu hari untuk menangis, dan tujuh hari untuk bersedih. Itupun memng sepertinya terlalu lama, tapi saya kan emang kadang suka lebay ya, jadi ya itu cukup lah ya, :p
Sebenarnya, memang, waktu seminggu itu terlalu lama, tapi kadang kita tidak tahu seberapa "dalam" sakit hati seseorang hingga dia ada di fase denial, jadi sebaiknya jangan suka ngatain orang ketika dia punya waktu yang lama dalam fase denialnya.

Percakapan saya dengan dia yang membuat saya lumayan cepat fase denialnya
Me : Aku sedih
Dia : Buat apa?
Me : Meyedihkan tahu rasanya, kenyataannya sakit lho ini
Dia : Terus maunya gimana?
Me : Nggak tahu
Dia : *hening*
Me : Emangnya besok bakal ada yang lebih baik ya? selama ini aja sepertinya begini aja (ini jangan ditiru, semacam orang yang benar-benar putus asa, red)
Dia : Ada lah
Me : Mana? 
Dia : Allah itu memberikan sesuatu sesuai porsinya kok, ya kalau mungkin selama ini kamu belum dapet apa yang kamu inginkan, mungkin yang kamu inginkan itu bukan porsi kamu. Nyatanya kamu juga "nyiksa" hati kamu kan saat menjalani apa yang menurut kamu kamu inginkan itu
Me : Iya *sambil manyun*, tapi aku masih boleh nangis?
Dia : Sebnernya sih nggak boleh, tapi kalau itu buat kamu lega, boleh
Me : Berapa lama?
Dia : Sampai malam ini aja ya kalau mau nangis
Me : Kalau sedih, boleh?
Dia : Buat apa?
Me : Nyakitin tahu
Dia : Yaudah boleh sedih, jangan lama-lama
Me : Berapa lama?
Dia : Seminggu
Me : Makasih yaaa
Dia : Jagan lama-lama ya

Saya, entah sejak kapan mulai gampang trauma
Seperti saat saya dicopet di bus dengan cara dipepet cowokcowok, setelah kejadian itu tiap kali melihat kumpulan cowok atau saat papasan sama beberapa cowok saya merasa takut sendiri
Bukan tentang saya masih belum bisa menerima kenyataan, paling berat dlam fase denial adalah ketika saya takut berharap lagi,

Saya takut jatuh saat saya mencoba berharap lagi
Tapi apa bisa hidup tanpa harapan?
Mungkin benar kata seorang yang (sepertinya) menyayangi saya, Allah itu memberikan sesuatu sesuai porsinya kok, ya kalau mungkin selama ini kamu belum dapet apa yang kamu inginkan, mungkin yang kamu inginkan itu bukan porsi kamu.

Bismillah
Semoga hari ini, saya benar-benar bisa keluar dari fase denial ini
Saya yakin dan InsyaAllah ikhlas dengan kenyatan yang terjadi

Akhirnya, saya tidak harus menunggu sampai benar-benar 7 hari untuk bisa keluar dari fase denial ini, cukup 5 hari, Alhamdulilah

Satu hal yang selalu saya syukuri saat berada dalam fase denial, saya jadi tahu masih ada (dan mungkin banyak) orang yang menyayangi saya, yang sabar ngadepin saya yang mungkin sama anak SD aja kalah, yang mengerti kalau fase denial itu juga perlu, tapi jangan lama-lama.

Terimakasih.



2 komentar:

Unknown mengatakan...

kayaknya aku tau apa yang terjadi, walopun aku ndak akan nanya, hahaha :p

kalau menurutku ya, kadang dirimu terlalu menganggap serius ttg sesuatu (dan kayaknya itu juga salah satu yg pernah bikin kita bertengkar beberapa abad silam, karena saat aku tidak serius, kau anggap serius, dan salahku juga sih, habis itu aku cuek cuek aja, terserah dirimu mau anggap aku gimana, hehehe... maaf ya..)

do not hope too much, anggap aja semua itu hanya permainan sampai kamu bener-bener mendapatkan hal tersebut, jadi saat ternyata tidak berjalan sesuai dengan harapan, kau bakal oke oke saja.

dan... kayaknya bukan hal yang bagus lho yan menuliskan kegalauanmu di medsos, itu malah bikin jauh lebih galau lagi.

eh ayolah, kayak kamu ndak pernah tersakiti aja, hahaha..
oh iya, dan jangan terlalu suka ndengerin lagu2 Indonesia, karna banyak lagu Indonesia (termasuk yang sayap-sayapan itu, i hate that song, kesannya kayak orang gak mandiri vs orang sok pahlawan) justru bakal melemahkan kamu. Dengerin aja lagu instrumental atau malah dengerin murattal sekalian.

next time kamu posting di blog, kuharap kamu posting sesuatu yang menyenangkan dari keseharianmu.

oke?

dhiyan kisno mengatakan...

okeeeeee


emmmmbaaaaaaaaak
aku kok selalu seneng ya sama komenmu
nampar-nampar gimana gitu
tapi sukaaa
selalu mampu menguatkan
ih suka deh sama motivator satu ini

makasih yaaaa :*
ntar kapan2 aku traktir karaokean di diva deh, tapi kasih aku kesempatan nyanyi 1 lagu bahasa indonesia yaa, hahaha