Selasa, 02 Oktober 2012

Kita putus! Putus??


Kadang bingung deh, kenapa ya saat jadian itu butuh persamaan jaaban dari dua belah pihak, tapi saat putus seolah hanya keputusan sepihak dan pihak lain terpaksa mengiyakan, meski pihak lain ga menyetujuipun si pihak yang mengajak putus akan tetap menganggap kalo mereka uda putus
Sepihak
Kenapa si?
Bukannya hubungannya dua orang ya?
Dan bukannya awal mulanya juga karena kesepakatan dua orang?
Lalu kenapa keputusan akhirnya sepihak?
Tapi masi untung pas orang yang sepihak itu masi mau ngajakin ngomong pihak lain, daripada diputusinnya Cuma via media, bukan tatap mata, kalo gitu apa ya namanya? Super duper egois?

Saya barusan putus, katanya si, soalnya saya juga ga ngerasa putus kok
Saya punya temen, bukan, sahabat, salah satu sahabat baik, baik banget, banyak dari sifat kita yang sama, bahkan pendapat juga sering sama, dan mungkin dari persamaan-persamaan itu kita jadi semakin klop. But, nothing perfect, dalam setiap tingkah laku dan perkataan kita sebenernya kita merasa ada yang sakit, Cuma terkadang sakit yang ada itu bisa tertutupi dengan segala macam bahagia yang tercipta (sedikit lebay, red).
Paling mencolok adalah kita sama-sama keras dan ego yang masih tinggi si. Dan saya memang lebih sering mengalah karena memang ndak mau memperpanjang masalah si. Sampai akhirnya saya merasa berada di puncak kekecewaan.
Kecewa, pasti semua orang pernah merasakannya. Sering kali kita dikecewakan oleh orang, bahkan oleh orang terdekat kita
Puncak kecewa, kenapa, karena benar2 merasa kecewa
#mbulet
Tiap berhubungan dengan seseorang, kita tak bisa memaksakan orang itu melakukan apa yang kita inginkan dan apa yang kita katakan, orang itu pasti punya sifat sendiri, pendirian sendiri dan prinsip sendiri, pendapat sendiri, yang mungkin berbeda dengan kita.
Saat itu, entah kenapa, saya dan dia jadi sering berbeda pendapat dan kita jadi sering memaksakan pendapat, dalam artian jika dia tidak mengikuti pendapat saya, berarti dia bukan menganggap saya sahabatnya, dan saat saya tidak melakukan apa yang dia katakan, dia berfikir sia-sia saja mengatakan sesuatu pada saya. Saking sayangnya kali ya

Saking kecewanya, saya sampai mengabaikan dia beberapa waktu, bukan untuk memutuskannya, hanya butuh sedikit waktu untuk menyadari kenapa dia mengambil keputusan itu.
Di waktu itu, saya mencoba untuk marah karena dia yang saya rasa terlalu mengecewakan saya, tapi di sisi lain saya tahu kalau dia akan melakukan itu, bukan untuk mengecewakan saya, tapi karena memang dia punya sifat yang seperti itu.
Harusnya saya yang mengaku sahabatnya mengerti bahwa dia akan melakukan hal itu dan menyupportnya, tapi di sisi lain saya merasa kalau bagaimanapun jikalau dia masih melakukan itu, dia bisa disebut egois.
Masih dalam waktu itu, saya menemukan sesuatu yang saya rasa semakin menyakiti saya
Ucapan penyesalan yang saya rasa terselip kalimat bahwa saya yang salah, ungkapan kalau saya salah mengambil keputusan, kalimat kalau saya salah memilih teman, sampai pernyataan kalau saya memutuskan silaturahmi
Hey, halo, saya masih disini lo, masih bisa diajak ngomong baik-baik lo, kenapa si harus salah mengambil kesimpulan?
Bukannya kita pernah ya melewati konflik dan menyelesaikannya dengan cara yang baik?
Lalu kenapa sekarang harus diselesein sepihak?

Aku masih disini, masih menyanyangimu layaknya waktu itu, aku hanya butuh sedikit waktu untuk membuang perasaan kecewaku padamu, itu saja kok, dan bahkan saat inipun aku masih ingin menjadi sahabatmu, berbagi cerita denganmu, akupun sudah mulai menerimamu apa adanya dan mencoba mengimbangimu, tapi kenapa justru kamu seperti itu?
Aku terlalu menyakitimu kah dengan rasa kecewaku padamu saat itu?
Maafkan aku
Dan kalau memang kau menganggap kita putus, silahkan, lakukan saja semaumu, karena hidupmu memang sepenuhnya adalah keputusanmu
Tapi jikalau aku masih boleh berkata, aku tak pernah memutuskanmu, aku hanya butuh waktu untuk membuang rasa kecewaku padamu saat itu, hingga aku merasa lebih baik untuk menghindarimu sesaat. Aku disini tetap menyayangimu, dan tetap ingin disayangi olehmu.
Kaupun tahu aku masih bisa berbuat baik pada orang yang pernah menyakitiku, lalu kenapa kau harus menyimpulkan kalau aku tak akan memaafkanmu dan memutuskanmu?
Tapi (lagi), aku hanya bisa menerima keputusanmu, karena semakin keras aku mencoba melawanmu, semakin sakit pula perasaanku. Bukan karenamu, tapi karena sifat kerasmu. Dan di sisi lain, aku tahu, kamu bisa setegar ini, salah satunya karena sifat kerasmu itu, jadi aku terima saja.
Aku hanya ingin bilang padamu, kemarin, sekarang dan sampai kapanpun aku tetap menyayangimu.

Tidak ada komentar: