Kadang bingung deh, kenapa ya
saat jadian itu butuh persamaan jaaban dari dua belah pihak, tapi saat putus
seolah hanya keputusan sepihak dan pihak lain terpaksa mengiyakan, meski pihak
lain ga menyetujuipun si pihak yang mengajak putus akan tetap menganggap kalo
mereka uda putus
Sepihak
Kenapa si?
Bukannya hubungannya dua orang
ya?
Dan bukannya awal mulanya juga
karena kesepakatan dua orang?
Lalu kenapa keputusan akhirnya
sepihak?
Tapi masi untung pas orang yang
sepihak itu masi mau ngajakin ngomong pihak lain, daripada diputusinnya Cuma via
media, bukan tatap mata, kalo gitu apa ya namanya? Super duper egois?
Saya barusan putus, katanya si,
soalnya saya juga ga ngerasa putus kok
Saya punya temen, bukan, sahabat,
salah satu sahabat baik, baik banget, banyak dari sifat kita yang sama, bahkan
pendapat juga sering sama, dan mungkin dari persamaan-persamaan itu kita jadi
semakin klop. But, nothing perfect, dalam setiap tingkah laku dan perkataan
kita sebenernya kita merasa ada yang sakit, Cuma terkadang sakit yang ada itu
bisa tertutupi dengan segala macam bahagia yang tercipta (sedikit lebay, red).
Paling mencolok adalah kita
sama-sama keras dan ego yang masih tinggi si. Dan saya memang lebih sering
mengalah karena memang ndak mau memperpanjang masalah si. Sampai akhirnya saya
merasa berada di puncak kekecewaan.
Kecewa, pasti semua orang pernah
merasakannya. Sering kali kita dikecewakan oleh orang, bahkan oleh orang
terdekat kita
Puncak kecewa, kenapa, karena
benar2 merasa kecewa
#mbulet
Tiap berhubungan dengan
seseorang, kita tak bisa memaksakan orang itu melakukan apa yang kita inginkan
dan apa yang kita katakan, orang itu pasti punya sifat sendiri, pendirian
sendiri dan prinsip sendiri, pendapat sendiri, yang mungkin berbeda dengan
kita.
Saat itu, entah kenapa, saya dan
dia jadi sering berbeda pendapat dan kita jadi sering memaksakan pendapat,
dalam artian jika dia tidak mengikuti pendapat saya, berarti dia bukan
menganggap saya sahabatnya, dan saat saya tidak melakukan apa yang dia katakan,
dia berfikir sia-sia saja mengatakan sesuatu pada saya. Saking sayangnya kali
ya
Saking kecewanya, saya sampai
mengabaikan dia beberapa waktu, bukan untuk memutuskannya, hanya butuh sedikit
waktu untuk menyadari kenapa dia mengambil keputusan itu.
Di waktu itu, saya mencoba untuk
marah karena dia yang saya rasa terlalu mengecewakan saya, tapi di sisi lain
saya tahu kalau dia akan melakukan itu, bukan untuk mengecewakan saya, tapi
karena memang dia punya sifat yang seperti itu.
Harusnya saya yang mengaku
sahabatnya mengerti bahwa dia akan melakukan hal itu dan menyupportnya, tapi di
sisi lain saya merasa kalau bagaimanapun jikalau dia masih melakukan itu, dia
bisa disebut egois.
Masih dalam waktu itu, saya
menemukan sesuatu yang saya rasa semakin menyakiti saya
Ucapan penyesalan yang saya rasa
terselip kalimat bahwa saya yang salah, ungkapan kalau saya salah mengambil
keputusan, kalimat kalau saya salah memilih teman, sampai pernyataan kalau saya
memutuskan silaturahmi
Hey, halo, saya masih disini lo,
masih bisa diajak ngomong baik-baik lo, kenapa si harus salah mengambil
kesimpulan?
Bukannya kita pernah ya melewati
konflik dan menyelesaikannya dengan cara yang baik?
Lalu kenapa sekarang harus diselesein
sepihak?
Aku masih disini, masih
menyanyangimu layaknya waktu itu, aku hanya butuh sedikit waktu untuk membuang
perasaan kecewaku padamu, itu saja kok, dan bahkan saat inipun aku masih ingin
menjadi sahabatmu, berbagi cerita denganmu, akupun sudah mulai menerimamu apa
adanya dan mencoba mengimbangimu, tapi kenapa justru kamu seperti itu?
Aku terlalu menyakitimu kah
dengan rasa kecewaku padamu saat itu?
Maafkan aku
Dan kalau memang kau menganggap
kita putus, silahkan, lakukan saja semaumu, karena hidupmu memang sepenuhnya
adalah keputusanmu
Tapi jikalau aku masih boleh
berkata, aku tak pernah memutuskanmu, aku hanya butuh waktu untuk membuang rasa
kecewaku padamu saat itu, hingga aku merasa lebih baik untuk menghindarimu
sesaat. Aku disini tetap menyayangimu, dan tetap ingin disayangi olehmu.
Kaupun tahu aku masih bisa
berbuat baik pada orang yang pernah menyakitiku, lalu kenapa kau harus
menyimpulkan kalau aku tak akan memaafkanmu dan memutuskanmu?
Tapi (lagi), aku hanya bisa
menerima keputusanmu, karena semakin keras aku mencoba melawanmu, semakin sakit
pula perasaanku. Bukan karenamu, tapi karena sifat kerasmu. Dan di sisi lain, aku
tahu, kamu bisa setegar ini, salah satunya karena sifat kerasmu itu, jadi aku
terima saja.
Aku hanya ingin bilang padamu,
kemarin, sekarang dan sampai kapanpun aku tetap menyayangimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar