Kini aku tahu, kenapa aku tak kuasa membencimu
Kini aku tahu, kenapa rasa itu masih tak mampu pergi dariku
Kau dan semua tentangmu
Meski hanya sebentar berlalu
Tapi mampu merubah diriku
Cara pikirku
Sikapku
Dan pemahamanku
Mungkin memang kau telah berlalu
Tapi kenangan dan pelajaran itu
Masih akan ada di hatiku
Meski luka masih terasa karena kepergianmu
Namun bahagia karena kehadiranmu saat itu
Mampu menghapuskan dendam dalam pikiranku
Terimakasih untuk kedatanganmu
Terimakasih untuk perhatianmu saat itu
Terimakasih untuk tiap nasihatmu
Terimakasih untuk rasa itu
Terimakasih untuk semua yang pernah kau beri untukku
Heran deh, padahal pengennya mau bikin cerita, tapi malah jadi puisi. Sekali lagi, cerita tentang pertemuan dan perpisahan, tentunya perpisahan yang kurang menyenangkan. Tapi paling tidak, aku jadi tahu beberapa alasan, alasan kenapa seseorang mampu untuk tidak mendendam, alasan kenapa seseorang mampu untuk tetap tertawa di tengah air matanya dan alasan-alasan ”konyol” lainnya. Tulisan ini, jika boleh, ingin sekali kutujukan untuk seorang yang tanpa kusadari, mampu membuatku menjadi seorang yang seperti ini, dan jika boleh meminta, ingin juga dia merespon tulisan ini. sekali lagi, hanya sebuah keinginan, bukan sebuah perintah atau keharusan! J
Aku, dengan segala kekuranganku, konyol, gag jelas, gampang marah, gag mau ngalah, sensitif, apalagi ya? Perasaan banyak deh sifat jeleknya, itu dulu cukup wes, hehe, perlahan mulai menjadi seorang yang lebih baik. Menurutku sih, ya paling nggak, nggak separah dulu lah ancurnya. Kalo dulu senggol bacok, sekarang jadi agak bisa bersabar menahan emosi, jadi rada nggak gampan marah. Ya, tentunya bukan Cuma karena saya takut cepet tua (katanya marah bisa bikin cepet tua, red), tapi juga karena ada yan membuat saya sadar, kalo marah juga tidak akan menyelesaikan masalah. Entah kekuatan apa, tiap sesuatu yang dia katakan padaku, aku ingin menurutinya. Dia mampu menunjukkan darimana aku harus memandang masalah agar aku bisa tahu perasaan dan pemikiran semua orang yang sedang bermasalah padaku. Yang akhirnya membuatku mampu mengambil keputusan untuk tiap masalahku, tanpa mengedepankan emosi tentunya.
Dan, alhamdulilah ya, sampai sekarang, aku masih bisa untuk melakukan apa yang pernah dia ajarkan. Lumayan pelajaran gratis.
Dia, entah apa yang ada padanya, tapi tiap perkataannya, membuatku ingin melakukannya. Contohnya, ketika dia memintaku untuk belajar masak, entah kenapa, aku jadi langsung searching resep makanan gitu, aku tahu itu konyol, tapi aku juga gag mampu untuk menghentikan kekonyolan itu. Ya, secara masak itu ribet, belum lagi harus belanja, bersihin alat dan makanannya plus nyuci alat yang habis dipake dan membersihkan dapur nantinya, males ya aku masak, mending juga beli makanan di warung. Tapi, masih saja aku melakukan hal konyol yang ujung-ujungnya membuat aku benar-benar belajar masak. Konyol!
Semakin lama mengenalnya, semakin sering intensitas sms, semakin sering bertukar pendapat, semakin sering bertukar cerita, namun aku masih belum bisa mengerti dia dan yang pasti kita semakin dekat. Aku tak pernah memintanya untuk menjadi sedekat ini, jujur, saat itu, aku masih menganggapnya abu-abu. Karena aku hanya mengenalnya lewat sebuah, eh beberapa sms, yang bisa saja berbeda dari dunia nyata. Tapi sumpah ya, kayaknya itu kena sindrom witing tresno jalaran soko kulino, atau dengan bahasa indonesia yang baik, rasa suka timbul karena kebiasaan, lama kelamaan aku jadi merasa suka dengan kehadirannya.
Dia pernah mengajarkanku untuk tidak membalas keburukan yang pernah dilakukan seseorang kepada kita dengan keburukan yang sama, meskipun kita ada kesempatan untuk membalasnya. Ini, bukan perintah dari dia saja, agamaku juga mengajarkan hal yang serupa. Tapi, namanya juga manusia biasa, yang pernah disakitin, pasti pernah terlintas untuk membalas orang yang pernah menyakiti kita. Sebenernya saya orang yang paling susah memaafkan orang yang pernah “membuat masalah” dengan saya, namun sekarang, selain juga karena faktor umur, faktor pemikiran yang lebih terbuka dan karena salah satu perkataanya, saya jadi lebih mudah memaafkan seseorang. Dia pernah berkata, jika kau membalas seseorang yang pernah menyakitimu, lalu apa bedanya kau dan dia? Bukannya kau tidak suka orang seperti dia? Jika kau berbuat seperti dia, apa tidak berarti kau membuat orang lain tidak suka padamu? Mak jlep seh menurutku kalimat itu. Sejenak aku memikirkannya. Iya, aku tahu rasa sakitnya, untuk apa aku membuat orang lain merasa seperti aku. Sebenernya, memang dari dulu aku lebih memilih untuk membiarkan aku saja yang sakit daripada orang lain, jadi aku rasa ada benarnya juga kata-katanya. Belajar kesana, bertanya kepada yang lain dan membaca-baca, membuatku akhirnya memperbaiki sikap, jika ada orang yang pernah menyakiti kita, kalaupun ada kesempatan untuk membalasnya dan menurut banyak orang dia pantas untuk dibalas, maka, jangan membalasnya. Lebih baik, maafkan dia dan doakan dia agar dia mengetahui kesalahannya dan tak mengulanginya lagi. Sedikit bumbu ikhlas juga tentunya. Aku tahu itu sulit, tapi saat kau coba, meski memang masih berat rasanya, tapi ada rasa tenang dalam hatimu untuk itu. Percaya deh, udah pernah dibuktiin kok. Lagian ni ya, kata seorang teman yang lain, akan lebih baik, jika memang kamu merasa disakiti dan sedang teraniaya, selain tidak mendendam, akan lebih baik jika kamu berdoa, kan doa orang teraniaya akan lebih cepat dikabulkan! J
Ya, memang bukan hanya dia yang mengingatkanku untuk menjadi seperti ini dalam menghadapi masalah yang seperti ini, tapi karena dia, aku jadi berfikir ulang jika caraku menyelesaikan masalah selama ini, kurang tepat adanya.
Apalagi ya, berasa banyak banget pelajaran hidup yang dia berikan padaku dan membuatku, secara gag langsung, berubah, menjadi lebih baik. Jadi bingung mau cerita apalagi tentangnya. Dia, suatu saat, pernah menanyakan padaku, apakah selama ini aku pernah membuka hatiku untuk seorang laki-laki. Sebenernya, bukan tidak membuka hati, bukan juga masih belum bisa benar-benar melupakan sang mantan, tapi aku memang tidak berani membuka hati untuk laki-laki, karena selama ini aku merasa aku bukan orang baik, jadi jika aku membuka hatiku sekarang, takutnya dapet orang yang ga baik juga. Kan katanya orang baik h anya untuk orang baik, lha kalo orang gag jelas kayak aku? Jangan-jangan dapetnya gag jelas juga? Makanya aku sedikit menutup hati. Aku akan benar-benar membukanya ketika seorang bilang dia ingin aku membuka hatiku untuknya. Hmmm, abot koyoke. Tapi, gara-gara pertanyaanya itu, sekali lagi, aku jadi mencoba untuk membuka hati, untuknya pastinya. Konyol, lagi-lagi merasa konyol!
Kini, cerita kita sudah berakhir. Bukan kau yang mengakhiri, bukan pula aku. Tapi sikap kita. Kau denan sikapmu yang sekarang, dan aku dengan sikapku yang tak lagi bisa menerima sikapmu (mulai mbulet kata-katanya). Empat bulan itu, bersamamu, sebentar memang terasa, tapi ada banyak hikmah yang mampu aku pelajari. Terimakasih untuk hadirmu dan semua yang telah kau berikan padaku.
Kau, secara perlahan, mengurangi kehadiranmu dalam hidupku, dan sekarang, kau sudah benar-benar menghilang, bahkan rasanya sekarang sepertinya kau sudah tak mengenaliku lagi, adakah sesuatu yang salah padaku hingga kau berlaku seperti itu? Bohong kalo aku bilang aku nggak sakit, aku sakit dan pastinya merasa kehilangan, namun, aku tak mampu membencimu, bahkan kau tau, aku masih selalu menkhawatirkanmu. Aku tahu, lagi-lagi aku mnegulang kekonyolanku, tapi aku sendiri tak mampu mengeremnya. Aku tahu kisah kita mungkin tak akan ada lagi, ingin aku tak menerimanya, tapi sekali lagi, aku berusaha ikhlas untuk itu. Ada satu pertanyaan yang mengganjal dalam hatiku, kenapa akhirya harus berakhir seperti ini? tanpa ada alasan yang pasti. Ya, biarlah itu hanya akan jadi seperti question tag, yang tak perlu ada jawabannya.
Mendadak teringat salah satu lagu coklat, judulnya saat jarak memisahkan, liriknya (hasil browsing)
malam yang kau menggelapiku
bukan dingin yg kan membekukanku
tapi dirimu di sana selalu saja berdusta
saat jarak memisahkan kita
bukan dingin yg kan membekukanku
tapi dirimu di sana selalu saja berdusta
saat jarak memisahkan kita
haruskah sesali janji yg dulu
saat ku terpikat indah hadirmu
kini semua kau ingkari
hatiku kau lukai
tak percaya mudah saja kau lupakan kita
saat ku terpikat indah hadirmu
kini semua kau ingkari
hatiku kau lukai
tak percaya mudah saja kau lupakan kita
reff:
dan kini kau temukan dia di sana
yg sanggup memberikan semua yg ku tak punya
semoga kau bahagia di dalam peluknya
semua pun tlah sirna, tlah sirna
yg sanggup memberikan semua yg ku tak punya
semoga kau bahagia di dalam peluknya
semua pun tlah sirna, tlah sirna
ok, menelaah lagu, bukan berarti mengkritisi lagu, hanya mendalami liriknya.
Berasa lagu ini cocok untuk kisahku dengan dia.
Kita, saat itu, memang terpisah jarak yang cukup jauh. Hingga akhirnya kita hanya bisa berjanji, karena kita tak mampu langsung melakukannya. Janji makan, masak dan main. Tahu nggak, sebenernya aku pengen banget langsung membuang jarak yang ada antara kita, agar aku bisa langsung makan, masak dan main sama kamu, tapi itu susah. Yang perlu kau tahu, aku sudah berusaha untuk menepatinya, berusaha keras malah, tapi yasudahlah, yang sekarang adalah janji itu terasa tak pernah terucap darimu, dan aku juga tak berani untuk menagihnya. Dan lagi, aku juga tak percaya, mudah saja, kau lupakan kita.
Dan reff lagu ini, nampaknya juga sedang terjadi. Dan jika memang benar terjadi, semoga kau benar-benar bisa bahagia dengannya.
Aku tahu banyak yang bilang aku konyol kalau aku masih memikirkanmu, bahkan mendoakanmu. Tapi aku sama sekali tak peduli, yang aku tahu dan aku rasa, adalah kau telah memberikan pelajaran berharga untukku, dan meskipun kau telah menyakitiku, tapi rasa terimakasihku untukmu mampu menghapus sakit itu.
Dan kekonyolan terakhirku untukmu, adalah beberapa hari ini, aku mau berangkat lebih pagi darimu hanya untuk melihatmu, padahal juga kau tampaknya tak mengetahui keberadaanku. Sudahlah, memang semua sudah berakhir.